Warsawa (ANTARA News/AFP) - Seorang prajurit Polandia tewas dan empat lain terluka dalam bentrokan dengan gerilyawan Taliban di Afghanistan timur, demikian diumumkan militer Polandia, Kamis.

"Seorang prajurit Polandia tewas dan empat lain cedera selama tembak-menembak dengan pemberontak di provinsi Ghazni," kata Mayor Miroslaw Ochyra.

Ia mengidentifikasi prajurit yang tewas itu sebagai Piotr Marciniak (30) dan mengatakan, korban-korban yang cedera kini dirawat di rumah sakit.

"Prajurit-prajurit Polandia itu datang untuk membantu pasukan Amerika dan Afghanistan. Selama operasi bersama, lebih dari selusin pemberontak tewas, termasuk salah seorang pemimpin mereka di Ghazni," katanya.

Polandia, yang menempatkan 2.000 prajurit di Afghanistan sebagai bagian dari Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO, telah kehilangan 12 prajurit dalam konflik tersebut, sebagian besar tewas ketika kendaraan mereka terkena bom.

Sehari sebelumnya, Rabu, seorang pria melancarkan serangan bom bunuh diri di luar pangkalan NATO di Afghanistan, menewaskan sedikitnya dua warga sipil setempat dan mencederai sejumlah prajurit asing dan lokal.

Pemboman itu merupakan serangan terakhir terhadap sebuah pangkalan militer internasional di Afghanistan, dimana pemberontakan Taliban sedang memuncak.

Seorang pria meledakkan rompi bom ketika ia berada di antara supir-supir truk sipil di luar Camp Bastion, sebuah pangkalan utama Inggris di provinsi Helmand, Afghanistan selatan, kata ISAF.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Lebih dari 300 prajurit asing tewas sejak Januari, yang menjadikan 2009 sebagai tahun paling mematikan untuk pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.

Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009