Manila (ANTARA) - Pemerintah Filipina menyelidiki menjamurnya akun Facebook palsu yang menggunakan identitas mahasiswa, wartawan, dan pejabat pemerintah, kata Menteri Hukum Menardo Guevarra, Senin.
Banyak akun Facebook palsu muncul setelah aksi protes berlangsung untuk menentang Undang-Undang antiteror di Filipina.
University of the Philipines pada akhir pekan menemukan untuk pertama kalinya beberapa akun palsu setelah adanya aksi protes di kampus, Kamis minggu lalu (4/6). Beberapa akun palsu mencatut nama mahasiswa yang ditahan setelah unjuk rasa itu.
Polisi menahan delapan mahasiswa yang terlibat aksi unjuk rasa di University of the Philipines pekan lalu.
Baca juga: Facebook berjanji akan perbaiki kebijakan konten
Puluhan pengguna Facebook pun mengunggah tangkapan layar yang menunjukkan ada beberapa akun palsu menggunakan nama mereka. Para pengguna itu meminta teman-teman mereka di dunia maya untuk melaporkan akun palsu tersebut.
Menteri Hukum Menardo Guevarra mengatakan ia telah memerintahkan kantor urusan kejahatan siber dan Biro Investigasi Nasional untuk "mencari sebab anomali besar" itu.
Seorang juru bicara Facebook mengatakan pihaknya masih menyelidiki sejumlah laporan "aktivitas mencurigakan" dan akan menindak akun yang melanggar ketentuan.
Banyak warga Filipina menghabiskan sebagian besar waktunya di media sosial dibandingkan dengan penduduk di negara lain, menurut hasil penelitian terbaru. Media sosial seperti Facebook kerap digunakan sebagai alat politik. Influencer, istilah untuk mereka yang berpengaruh di media sosial, menjadi garda terdepan kampanye Presiden Rodrigo Duterte di dunia maya pada 2016.
Para influencer itu terus membela Duterte di media sosial.
Baca juga: Ilmuwan minta Facebook hapus unggahan Presiden Trump
Sebelumnya, seorang juru bicara kepresidenan mengatakan beleid antiteror di Filipina mengadopsi aturan di negara-negara lain yang efektif menanggulangi ekstremisme. Sejumlah oposisi mengkritik beleid itu karena presiden akan memiliki kewenangan berlebih dalam menargetkan warga sipil yang diduga ekstremis.
"Kita harus berjuang bersama melawan seluruh taktik yang ingin membungkam suara kita," kata wakil mahasiswa University of the Philipines lewat pernyataan tertulis.
Raymund Liboro, kepala Komisi Privasi Nasional, mengatakan masih terlalu dini menyimpulkan motif pembuatan akun palsu itu. Ia mengatakan Facebook telah mengirimkan laporan bahwa pihaknya sudah menghapus banyak akun palsu.
Facebook pada Mei memperkirakan tingkat pembuatan akun palsu, yang mengincar pengguna aktif di seluruh dunia, mencapai lima persen.
Sumber: Reuters
Baca juga: Kasus narkoba dan hoaks meningkat selama pandemi COVID-19 di Jakarta
Baca juga: Komisi Hukum Perundangan MUI laporkan penyebar hoaks rapid test
Ketua DPR : Pemblokiran FB Bukan Solusi
Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020