Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin mengatakan fraksinya mengusulkan agar ambang batas parlemen atau "parlementary treshold" (PT) sebesar 7 persen, bertujuan agar menciptakan kekuatan efektif di parlemen pendukung dan penyeimbang pemerintah, seiring dengan aturan pelaksanaan pemilu secara serentak.
"Kami ingin ada penyederhanaan partai politik (parpol) di parlemen yang kompatibel dengan presidensialisme dan memperkuat sistem tersebut," kata Zulfikar saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Dia meyakini kekuatan efektif yang mendukung dan penyeimbang pemerintah akan tercapai dengan menaikkan ambang batas parlemen dan keserentakan pemilu di tingkat nasional yaitu DPR RI, DPD RI, Presiden-Wakil Presiden.
Baca juga: F-NasDem: Terbuka dialog usulan ambang batas parlemen
Baca juga: F-Gerindra cenderung dukung sistem proporsional terbuka
Baca juga: Wakil rakyat: Proporsional terbuka hindari oligarki partai
Namun menurut dia, untuk menciptakan kekuatan efektif tersebut tidak harus dengan mengurangi jumlah partai politik melalui meningkatkan ambang batas parlemen tetapi dengan memperkecil alokasi kursi per-daerah pemilihan atau "district magnitude".
"Kami berpikir dengan alokasi kursi per-dapil yang selama ini 3-10 kursi, itu mengandung ambang batas parlemen 7,5 persen," ujarnya.
Karena itu menurut dia, Golkar mengusulkan alokasi kursi per-dapil sebesar 3-8 kursi agar memberikan peluang yang sama dan lebih memunculkan kesetaraan partai politik untuk bertarung dalam pemilu apabila "district magnitude" dibatasi.
Dia menjelaskan, meningkatkan ambang batas parlemen diartikan seseorang sebelum bertarung dalam pemilu sudah dibatasi sehingga potensi menghanguskan suara rakyat akan besar.
Zulfikar menjelaskan, Pemilu merupakan jalan untuk mengonversi suara ke kursi maka diupayakan bahwa setiap suara rakyat harus terkonversi semua apalagi yang digunakan adalah sistem pemilu proporsional sehingga jangan sampai ada suara rakyat yang tidak terkonversi atau terbuang sia-sia.
"Namun tidak semua suara bisa terkonversi tetapi kita hanya bisa beri jalan agar semua partai yang ikut pemilu punya akses dan kesetaraan yang sama untuk memperebutkan kursi tersebut," katanya.
Selain itu dia mengatakan, pembahasan RUU Pemilu masih lama karena saat ini masing-masing fraksi baru menyerahkan pendapatnya terkait RUU tersebut dan kalau sudah fix draf serta naskah akademiknya, akan dibawa ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dilakukan harmonisasi.
Menurut dia, kalau Baleg DPR setuju maka dikembalikan ke Komisi II DPR lalu Pimpinan Komisi II akan mengirimkan surat ke Pimpinan DPR untuk diagendakan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.
"Setelah itu dikirim ke Presiden lalu Presiden membuat surat terkait kementerian mana saja yang akan mewakili Presiden membahas RUU tersebut. Prosedurnya masih panjang," katanya.
Zulfikar menjelaskan terkait RUU Pemilu saat ini belum pembahasan tingkat 1 atau di tingkat alat kelengkapan dewan karena baru akan mengesahkan menjadi RUU usul inisiatif DPR.
Baca juga: IIFPG DPR beri bantuan bagi ponpes di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: F-Golkar: Proporsional tertutup cocok dengan keserentakan pemilu
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020