PI dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis mengatakan, tindakan ini perlu segera dilakukan, agar perampokan uang rakyat melalui kejahatan perbankan tidak menjadi modus yang terus berulang.
Tuntutan itu sampaikan DPI dan LMND saat menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor KPK, di Jl. HR Rasuna Said, Jakarta, pada Kamis.
"Belum lagi proses hukum kasus BLBI yang merugikan negara triliun rupiah tuntas, kini mencuatnya kasus Bank Century. Ini menunjukkan bahwa pengawasan, antisipasi dan proses hukum bagi pengambil uang rakyat, khususnya para pemilik bank bermasalah, tidak berjalan maksimal," kata Direktur PI Yulia Evina Bhara.
Menurut PI, di luar persoalan Bank Century, saat ini sedikitnya ada 14 bank penerima BLBI yang proses hukumnya dihentikan. Padahal para pemilik bank itu belum menyelesaikan utangnya kepada negara.
Misalnya, PT Sejahtera Bank Umum (SBU) milik keluarga Lesmana Basuki, yang menerima dana BLBI sebesar Rp1,6 triliun. Sebelumnya diberitakan, hingga kini keluarga Lesmana Basuki masih menunggak utang Rp800 miliar lebih kepada negara.
"Saat ini penyelesaian hukum Bank SBU malah dihentikan. Padahal, Lesmana Basuki sebagai pemilik utama Bank SBU memiliki catatan buruk dalam penegakan hukum di Tanah Air. Bersama 12 koruptor lainnya, Lesmana Basuki pernah menjadi buronan Kejaksaan Agung. Namun dia malah dibebaskan, setelah MA mengabulkan PK, tanpa alasan yang jelas," lanjut Yulia.
Menurut Yulia, KPK harus berani memanggil dan memeriksa dan mengadili semua pejabat negara dan semua pihak yang membiarkan terjadinya perampokan uang rakyat melalui perbankan, khususnya oleh pemilik bank.
"Jangan sampai terjadi kasus Syamsul Nursalim yang kedua, di mana yang bersangkutan kini hidup tenang di Singapura. Sebelumnya negara juga kecolongan dalam mengejar aset koruptor Hendra Rahardja yang lari ke Australia. Sampai ajalnya tiba, dia tak kunjung mempertanggungjawabkan penyelewengan dana BLBI yang dia lakukan," lanjut Yulia.
Aksi di depan gedung KPK ini diikuti oleh sedikitnya 50 mahasiswa dan sejumlah anggota PI. Aksi tersebut diwarnai dengan "happening art", yang menggambarkan lemahnya penegakan hukum terhadap koruptor kakap di Tanah Air.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009