Yang jadi masalah, ritual "Bakar Tongkang" itu adalah ajang yang mengumpulkan ribuan orang dan berhimpitan saat antartongkang untuk dibakar. Bagaimana cara itu bisa berlangsung dengan protokol kesehatan?
Pekanbaru (ANTARA) - Gugus Tugas Penanggulangan COVID-19 Provinsi Riau hingga kini masih ragu untuk mengizinkan penyelenggaraan ritual Bakar Tongkang di tengah wabah masih berlangsung, meski penyelenggaraannya di zona hijau COVID-19 di Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir.
“Yang jadi masalah, ritual Bakar Tongkang itu adalah ajang yang mengumpulkan ribuan orang dan berhimpitan saat antartongkang untuk dibakar. Bagaimana cara itu bisa berlangsung dengan protokol kesehatan?,” kata Juru Bicara COVID-19 Riau dr Indra Yovi Sp.P(K) kepada ANTARA di Pekanbaru, Senin.
Ia mengatakan Gubernur Riau memang sedang membahas bagaimana kelanjutan agenda pariwisata di Riau saat masa wabah COVID-19.
Selain pembahasan tentang Bakar Tongkang, Gubernur Riau juga mencermati penyelenggaran tradisi Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi dan agenda olahraga Tour de Siak di Kabupaten Siak.
Ia mengakui Bakar Tongkang memang diselenggarakan di zona hijau karena Kabupaten Rokan Hilir hingga kini belum ada kasus positif COVID-19 yang terkonfirmasi. Namun, penyelenggaraan tradisi tersebut sangat berisiko karena ada pengumpulan massa dari berbagai daerah, bahkan dari pengunjung mancanegara.
Secara pribadi sebagai tenaga kesehatan ia menilai, pemerintah daerah setempat dan panitia Bakar Tongkang perlu memikirkan kelanjutan tradisi tersebut yakni beradaptasi dengan kondisi, terutama untuk menjamin agar pengunjung tidak tertular penyakit.
“Kalau ada sistem baru jadi protokol kesehatan bisa dilaksanakan. Jangan sampai ada klaster (penularan) Bakar Tongkang,” kata Indra Yovi.
Berdasarkan data Dinas Pariwisata Rokan Hilir, penyelenggaraan Bakar Tongkang pada 2019 dihadiri sekitar 76.000 orang. Pengunjung yang datang berasal dari dalam dan luar negeri.
Bakar Tongkang adalah ritual turun temurun dari masyarakat Tionghoa, yang dikemas oleh pemerintah daerah menjadi festival dan telah masuk dalam kalender pariwisata nasional.
Bakar Tongkang ibarat masa mudik bagi warga yang berasal dari Bagansiapiapi untuk menghormati nenek moyang mereka. Hal ini membuat puluhan ribu perantau yang kini tinggal di berbagai kota di dalam dan luar negeri seperti pulang kampang khusus untuk menghadiri Bakar Tongkang.
Biaya ritual sembahyang berasal dari sumbangan kolektif masyarakat tanpa bantuan dari pemerintah daerah. Pemerintah hanya membantu pada kegiatan festival dan beberapa bantuan fasilitas lainnya.
Proses ritual Bakar Tongkang dimulai dari Klenteng Ing Hok Kiong, yang merupakan klenteng tertua di Kota Bagansiapiapi. Dari klenteng tersebut para pesertabergotong royong, bahu membahu secara bergantian mengeluarkan replika tongkang atau kapal yang sudah disiapkan sejak beberapa bulan lalu.
Replika tongkang itu digotong secara bergantian, diikuti oleh peserta ritual dan pengunjung yang hadir. Melintasi jalan yang menjadi rute arak-arakan Bakar Tongkang. Dimulai dari jalan klenteng selanjutnya melewati jalan perniagaan hingga sampai di lokasi ritual bakar bakar tongkang dilaksanakan, guna menunggu jatuhnya arah tongkang.
Jatuhnya arah tongkang dipercaya warga menjadi panduan peruntungan pada tahun berikutnya.
Baca juga: Anggota DPRD Riau sarankan objek wisata ditutup terkait pandemi
Baca juga: 40 ribu wisatawan ramaikan "bakar tongkang" Riau
Baca juga: Kasus COVID-19 Riau diprediksi melonjak Juni dampak mudik Lebaran
Baca juga: Tiga menteri diundang hadiri Bakar Tongkang di Rokan Hilir
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020