Palangkaraya (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Brigadir Jenderal Polisi Syamsuridzal menyatakan bahwa sekarang belum perlu diterapkan prosedur tembak di tempat bagi para pembakar lahan, meski dampak yang ditimbulkan kian meluas.
"Tidak sampai tembak di tempat lah, kejam sekali kelihatannya. Cukup dengan aturan hukum yang ada," kata Kapolda usai mengikuti shalat minta hujan (istisqa), di Palangkaraya, Rabu.
Kapolda mengatakan, semua jajaran kepolisian saat ini terus bergerak menindak siapapun, baik perorangan, kelompok, maupun perusahaan, yang ditemukan melakukan pembakaran lahan.
Menurut dia, di banyak lokasi kebakaran aparat penegak hukum kesulitan mencari pelaku pembakaran lahan karena hampir semua pembakar langsung meninggalkan tempat setelah membakar lahan.
Dalam kasus yang demikian, Kapolda terlah menginstruksikan agar semua lahan yang terbakar dalam skala luas diberi garis polisi (police line) tanpa batasan waktu sehingga siapapun yang merusak garis itu akan diproses pidana.
"Mau sampai berapa bulan biar saja, nanti kan tanah itu juga dikerjakan. Siapa yang merusak `police line` akan ditindak sesuai aturan yang ada," kata Syamsuridzal.
Kapolda mengaku telah meninjau langsung kebakaran lahan di wilayah antara Palangkaraya menuju Buntok, Kabupaten Barito Selatan, sepanjang 200 kilometer yang nyaris terbakar di semua kanan kiri jalan.
Pihaknya juga telah memasang garis polisi di sejumlah daerah yang terbakar tersebut, guna mengetahui pemilik lahan yang diduga sengaja dibakar oleh pemiliknya untuk membersihkan dari semak belukar.
"Polres-polres juga telah bekerja memproses para pembakar lahan yang tertangkap tangan," kata Kapolda.
Tersangka
Kepolisian Resor Palangkaraya sebelumnya juga menyatakan telah memproses tiga pelaku pembakar lahan yang dalam serangkaian upaya penindakan hukum lingkungan selama sebulan terakhir.
"Satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka pembakar lahan, sedangkan dua lainnya masih berstatus saksi dalam penyidikan," kata Kepala Polres Palangkaraya Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ahmad Alwi.
Menurut Alwi, proses hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan itu sekaligus dilakukan sebagai efek jera bagi warga setempat tidak melakukan kegiatan pembukaan lahan dengan cara membakar.
Ia menegaskan, pada prinsipnya pihak kepolisian pasti akan mengajukan setiap kasus pembakaran lahan ke pengadilan begitu ada laporan dan disertai bukti pendukung, karena dampak kebakaran telah semakin meluas.
Ketiganya akan dijerat sebagai tindak pidana ringan (tipiring) dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalteng Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dengan ancaman pidana enam bulan kurungan dan denda maksimal Rp5 juta.
"Selain itu juga bisa diterapkan dengan pasal 188 KUHP karena kelalaian mengakibatkan kebakaran. Tetapi sementara ini lebih tepat gunakan Perda," kata Alwi.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009