Kupang (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Yohanis Fransiskus Lema menilai, pemerintah daerah dan masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) belum serius, dan belum sepenuhnya sadar dalam menangani dan mengelola limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).
"Bahkan sampai saat ini, belum ada kebijakan yang terukur dan cerdas terkait penanganan limbah rumah tangga," kata Yohanis Fransiskus Lema pada sosialisasi penanganan dan pengolahan limbah B3 infeksius COVID-19 di Provinsi NTT, Sabtu, (6/6).
Kegiatan sosialisasi ini bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sosialisasi melalui video conference ini melibatkan Dinas LHK Provinsi NTT, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, rumah sakit rujukan COVID-19, RSUD Prof Dr. W Z Yohannes Kupang, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana.
"Untuk konteks NTT, saya menilai pemerintah daerah dan masyarakat belum serius dan belum sepenuhnya sadar dalam menangani dan mengelola limbah B3. Bahkan, sampai saat ini belum ada kebijakan yang terukur dan cerdas terkait penanganan limbah rumah tangga," katanya.
Padahal sampah berdampak pada kualitas kehidupan manusia dan makhluk hidup secara umum, serta berdampak pada lingkungan hidup.
Peradapan negara
Dia menekankan bahwa peradaban yang sehat dapat diukur dari cara negara dan masyarakatnya dalam hal mengelola sampah. Semakin tinggi peradaban suatu negara semakin baik proses pengelolaan dan perlakuan terhadap sampah.
Mengutip penulis sekaligus pemerhati lingkungan hidup asal Jerman, Kurt Tucholsky (1890-1935), dia menjelaskan bahwa dasar dari tatanan yang sehat adalah pengelolaan sampah. Peradaban yang sehat dimulai dan diukur dari cara masyarakat mengelola sampahnya.
Ketika Piala Dunia 2018 di Rusia, kita menyaksikan bahwa suporter Jepang mendapatkan applause, puja-pujian dari dunia internasional, terutama karena mereka begitu tertib setelah menonton laga pertandingan berinisiatif penuh membersihkan stadion dari sampah.
"Saya menceritakan hal ini untuk menggambarkan bahwa peradaban yang tinggi dapat diukur dari cara kita mengelola atau memperlakukan sampah," kata Yohanis Fransiskus Lema yang biasa disapa Ansy Lema itu.
Karena itu, kegiatan sosialisasi ini merupakan momentum yang sangat tepat untuk membangun kesadaran, menggagas dan memperkuat kerja sama, untuk penanganan limbah B3 yang dihasilkan rumah sakit, maupun yang bersumber dari rumah tangga, kata anggota DPR-RI daerah pemilihan (dapil) NTT-2 ini.
Baca juga: Titik krusial kerusakan lingkungan disebut Walhi NTT di Pasir Panjang
Baca juga: Walhi NTT desak kerusakan lingkungan ditangani lebih serius
Baca juga: "Gerakan Kupang Hijau" dideklarasikan untuk pelestarian lingkungan
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020