Surabaya (ANTARA News) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya mengingatkan masyarakat mengenai penggunaan kemasan makanan terutama produk proses pencampuran kimiawi yang berbahaya bagi kesehatan.
Kepala Bidang Sertifikasi Layanan Konsumen BBPOM Surabaya, Endang Windowati, di Surabaya, Senin, mengatakan, ada lima bahan dasar kemasan makanan yang selama ini banyak digunakan oleh industri makanan.
"Kami masih melakukan penelitian atas kelima bahan kemasan makanan, yakni kantong kresek, `styrofoam`, `plastic polivinil klorida` (PVC), `plastic polietilen` (PE), dan `polipropilen` (PP)," katanya.
Meskipun belum cukup bukti untuk menyatakan bahaya atas penggunaan bahan kemasan makanan tersebut, proses daur ulang yang menggunakan bahan kimia berbahaya sulit dilacak.
"Kami tidak tahu, apakah plastik kresek yang digunakan untuk wadah makanan, ternyata sebelum didaur ulang merupakan bekas kotoran anjing, kotoran manusia, atau wadah limbah rumah sakit," katanya.
Oleh sebab itu, dia meminta masyarakat untuk berhati-hati menggunakan kantong plastik daur ulang, terutama untuk kemasan makanan.
Ia menjelaskan, kotoran yang terbawa pada saat proses daur ulang dan pencampuran bahan kimia bisa mengganggu kesehatan manusia.
"Pada styrofoam ada batas keamanan yang harus diperhatikan oleh masyarakat, di antaranya, bahan kemasan makanan jenis `styrofoam` tidak bisa digunakan untuk wadah makanan berlemak, berminyak, beralkohol, atau panas," katanya.
Menurut dia, jika ada residu dalam bahan kemasan makanan tersebut, maka dampaknya sangat berbahaya bagi kesehatan.
Nilai residu masing-masing bahan kemasan makanan tersebut memang relatif kecil hanya berkisar antara 10 hingga 29 ppm dari angka kandungan yang dilarang yakni 5.000 ppm.
"Meskipun nilai residu bahan kemasan makanan tersebut relatif kecil, sebaiknya masyarakat tetap berhati-hati," kata Endang.
Penelitian yang dilakukan pada hewan, residu bahan kemasan makanan jenis "stryrofoam" bisa mengakibatkan penyakit kanker. Beberapa negara Eropa memang tidak lagi merekomendasikan penggunaan "stryrofoam" untuk kemasan makanan.
"Namun alasan pelarangan tersebut bukan karena efek negatif pada tubuh manusia, melainkan lebih kepada alasan lingkungan. Sebab bahan kemasan makanan ini tidak bisa langsung hancur diurai bakteri," katanya mengungkapkan.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009