Brisbane (ANTARA News) - Konsulat RI di Perth belum mendapat "lampu hijau" pihak berwenang Australia Barat untuk memberikan alat bantu pendengaran kepada Sultan Ele, narapidana Indonesia di Penjara Hakea Perth yang mengalami masalah pendengaran serius alias tuli.
"Kita sudah siapkan alat bantu dengarnya namun masih menunggu hasil pemeriksaan kesehatan yang bersangkutan," kata Wakil Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth Ricky Suhendar kepada koresponden ANTARA yang menghubunginya dari Brisbane, Minggu.
Ia mengatakan, hasil pemeriksaan kesehatan warga Indonesia yang sedang menjalani masa hukumannya di Penjara Hakea, Perth, Australia Barat, karena tersangkut kasus penyelundupan manusia ini diharapkan dapat segera diketahui supaya pihaknya bisa segera memberinya alat bantu dengar tersebut.
Upaya Konsulat RI di Perth membantu Sultan Ele yang diperkirakan mengalami ketulian sekitar 80 persen itu sudah berjalan sekitar dua bulan namun hingga 6 September pihaknya belum mendapat izin untuk menyerahkan alat bantu tersebut, katanya.
"Kita terus mendorong `Department of Corrective Services` (Lembaga Pemasyarakatan-red.) Perth agar segera mengizinkan pemasangan alat bantu dengar untuk Sultan Ele. Beliau itu adalah warga negara Indonesia tertua yang ditahan di Penjara Hakea," kata Ricky Suhendar.
Pria yang diperkirakan berumur sekitar lima puluhan tahun itu adalah satu dari belasan kapten dan awak kapal Indonesia yang membawa 147 orang pencari suaka antara 6 Desember 2008 dan 14 Maret 2009, katanya.
Mengenai 14 WNI yang sudah divonis Pengadilan Australia Barat dalam kasus penyelundupan manusia itu, Ricky Suhendar mengatakan, mereka umumnya bekerja sebagai nelayan.
Berbeda dengan para pencari suaka yang menumpang perahu-perahu yang dinakhodai para WNI ini, mereka mendapat perlakuan yang berbeda di Australia. "Kalau para pencari suakanya bisa enak-enak (di Pusat Penahanan Imigrasi Pulau Christmas-red.)," katanya.
Di antara para nakhoda perahu pengangkut pencari suaka itu mengaku hanya dibayar Rp5 juta oleh orang yang menyuruh mereka membawa perahu ke perairan Australia. Dua orang pelaku yang mengaku hanya dibayar Rp5 juta itu adalah Muasi dan Hasanusi.
Selain Sultan Ele, sebanyak 13 orang WNI yang sudah divonis lima sampai enam tahun penjara itu adalah Achmad Muklis, Hamirudin, Samsir Ali Topan, Yan Tonce, Arman, Arsil, Tasri Laode, Mimu, Adi Haidar, Junaidi, Abdul Hamid, Amos Ndolo, dan Man Pombili.
Selama 2008, ada tujuh perahu berpenumpang ratusan pencari suaka yang masuk perairan Australia. Serbuan perahu-perahu penyelundup pencari suaka asing ke negara itu terus berlangsung. Dalam tujuh bulan terakhir 2009, setidaknya sudah ada 17 kapal berpenumpang pencari suaka yang ditahan Australia. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009