Jakarta (ANTARA News) - Seorang pakar hukum tata negara Refli Harun, MH berpendapat pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seharusnya tidak boleh ikut proses uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon anggota pimpinan lembaga negara tersebut karena berpeluang memiliki kepentingan pribadi.

"Kalau mereka nanti terpilih sebagai anggota BPK maka mereka berpeluang untuk memiliki `vested interest` misalnya dengan tidak mau memeriksa kasus-kasus tertentu," kata Refli Harun ketika dimintai komentarnya di Jakarta, Sabtu tentang "fit and proper test" oleh DPR terhadap para calon anggota BPK.

Para anggota Komisi XI DPR pada tanggal 7-11 September 2009 akan melakukan uji kelayakan terhadap sekitar 50 calon anggota BPK. Uji kelayakan dan kepatutan ini harus dilakukan karena pada tanggal 19 Oktober mendatang, masa bakti anggota BPK 2004-2009 akan berakhir. Karena itu paling lambat 19 September, DPR harus sudah mengumumkan para calon anggota BPK tersebut.

Masalah ini dikemukakan Refli Harun karena di antara puluhan calon anggota pimpinan BPK itu terdapat beberapa pejabat senior seperti Sekjen BPK Drs Dharma Bhakti MA,  Drs J Widodo Hario Mumpuni yang merupakan eselon satu serta eselon satu lainnya Soekoyo.

Pencalonan mereka itu menimbulkan pertanyaan karena UU No 15 tahun 2006 khususnya Pasal 13 huruf J secara tegas menyebutkan "Untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara".

Pakar hukum tata negara ini mengungkapkan bahwa jika para pejabat BPK itu kemudian terpilih menjadi pimpinan BPK maka mereka bisa "memilih-milih" perkara yang harus diperiksanya karena saat menjadi staf BPK sudah mengetahui masalah-masalah pemeriksaan anggaran . Refli mempertanyakan mengapa beberapa pejabat di lingkungan Setjen BPK  "diloloskan" untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR ini.

Refli Harun juga mengemukakan bahwa para anggota DPR telah berusaha mengaburkan arti kata-kata "pengelola anggaran negara".

Dengan mengaburkan arti kata "pengelola anggaran negara ini" maka terbuka peluang bagi para DPR untuk mengizinkan para pejabat di lingkungan Sekretariat Jenderal BPK mengikuti proses uji kelayakan dan kepatutan untuk pimpinan BPK itu.

Refli juga mempertanyakan keikutsertaan sejumlah anggota DPR dalam proses fit and proper test ini, karena para wakil rakyat ini akan membagi-bagikan "jatah" untuk sesama rekan mereka itu. Terdapat sekitar delapan anggota DPR yang akan mengikuti uji kelayakan ini antara lain Ali Masykur Musa, Muhammad Nurlif, Endin Soefihara, Yunus Yosfiah serta Achmad Hafiz Zawawi.

Sementara itu, seorang calon anggota pimpinan BPK Bahrullah Akbar  mengatakan pada masa mendatang BPK dan KPK harus bekerja sama terutama dalam kegiatan yang bersifat represif misalnya seperti pada kasus Bank Century.

"Bukan KPK yang minta tapi BPK-lah yang harus minta ," kata Bahrullah Akbar yang juga pendiri IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) Kompartemen Akuntan Sektor Publik bersama Prof Dr Mardiasmo dan Indra Bastian, PhD.

Calon anggota pimpian BPK lainnya, Surahmin menyampaikan harapannya agar DPR betul-betul melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan ini seperti yang telah ditetapkan secara tegas oleh UU-BPK.

"DPR harus konsisten," kata Surahmin.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009