Mataram (ANTARA News) - Peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Mataram (Unram), Dr. Ir. Hirwan Hamidi mengatakan, sekitar 85 persen petani tembakau virginia di Pulau Lombok menderita kerugian akibat kesulitan minyak tanah pada musim panen 2009.

"Berdasarkan pengamatan di lapangan saya memprediksikan hanya 15 persen petani yang mendapat untung pada panen tembakau virginia tahun 2009, sekitar 85 persen lainnya menderita kerugian jutaan rupiah akibat kesulitan minyak tanah dan menurunnya mutu tembakau yang berdampak terhadap anjloknya harga jual komoditi tersebut," katanya di Mataram, Sabtu.

Ia mengatakan, pada musim tanam 2009 tembakau yang masih dalam pertanaman diguyur hujan, sehinggu pupuk jenis NPK dan KNU yang sudah ditabur larut dibawa air, ini mengakibatkan tanaman tembakau menjadi layu karena kekurangan pupuk.

Menurut Hirwan, untuk mencegah agar jangan sampai tanaman tembakau tidak mati, maka petani memupuk lagi dengan pupuk urea dengan jumlah banyak, sehingga mengakibatkan kualitas daun temabau menjadi turun yang juga berdampak terhadap murahnya harga jual tembakau tersebut.

"Selain mengakibatkan kualitas daun tembakau kurang baik, penggunaan pupuk urea tersebut juga merupakan tambahan biaya yang seharusnya tidak perlu ada," kata Hirwan yang juga telah menekuni usaha tembakau virginia sekitar delapan tahun.

Di sisi lain pada saat panen petani menghadapi persoalan yang tidak kalah beratnya terutama karena mengalami kesulitan mendapatkan minyak tanah, bahkan ada yang terpaksa menjemur tembakau mereka, sehingga tembakau mereka kering lapang atau pengeringan dengan sinar matahari.

Dalam kondisi seperti ini kualitas tembakau rendah dan tidak masuk dalam tembakau yang memenuhi standar mutu atau non-disgrade (ND) dan harganya hanya Rp2.500 per kilogram, jauh lebih rendah dibandingkan dengan tembakau yang gradenya tinggi mencapai Rp12.000 hingga Rp13.000 per kilogram.

"Kini sudah ada petani tembakau virginia di Lombok yang linglung dan stress, karena memikirkan hutang akibat rugi jutaan rupiah," kata Hirwan.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009