Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tidak akan menggunakan barang milik negara (BMN) yang merupakan simbol-simbol kedaulatan negara dan BMN yang memiliki nilai budaya dan sejarah sebagai underlying transaksi surat berharga syariah negara (SBSN).
Keputusan itu merupakan kesepakatan rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan pada akhir Agustus 2009, demikian keterangan tertulis Ditjen Pengelolaan Utang Depkeu yang diterima di Jakarta, Sabtu.
BMN yang merupakan simbol-simbol kedaulatan negara dan BMN yang memiliki nilai budaya dan sejarah misalnya Gelora Bung Karno (GBK) dan Monumen Nasional (Monas).
Pada 31 Agustus 2009, DPR dan pemerintah telah melakukan rapat kerja membahas permohonan persetujuan DPR atas penggunaan BMN sebagai underlying asset penerbitan SBSN.
Rapat kerja tersebut memutuskan persetujuan penggunaan BMN senilai maksimal Rp25,9 triliun untuk digunakan sebagai aset SBSN.
Pemberian persetujuan itu merupakan bagian dari mekanisme penerbitan SBSN sebagaimana diatur dalam UU Nomor 19 tahun 2009 tentang SBSN.
Selanjutnya, atas persetujuan DPR itu, Menteri Keuangan melakukan penetapan atas BMN yang akan dijadikan underlying asset.
Berdasar Peraturan Menteri Keuangan No.04/PMK.08/2009 tanggal 16 Januari 2009 tentang Pengelolaan Aset SBSN yang Berasal dari BMN, semua BMN yang digunakan oleh Kementerian dan Lembaga dapat dijadikan Aset SBSN kecuali Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) dan BMN dalam sengketa.
Namun rapat kerja juga menyatakan kesepakatan bahwa pemerintah tidak akan menggunakan BMN yang merupakan simbol-simbol kedaulatan negara dan BMN yang memiliki nilai budaya dan sejarah untuk aset SBSN.
BMN yang digunakan sebagai underlying transaksi SBSN tidak dijadikan sebagai jaminan (collateral), digadaikan atau dijual putus.
Tidak ada pengalihan hak milik (transfer of legal title) dan semua BMN yang menjadi aset SBSN tetap dapat digunakan oleh Kementerian dan Lembaga dalam menjalankan kegiatannya. (*)
Pewarta: Ardianus
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009