"Paling tidak dalam lima tahun mendatang, bila dikelola dengan manajemen yang baik, Bank Century ada potensi untuk dijual," ujar Sri Mulyani yang juga Ketua Komite Stabilisasi Sektor Keuangan (KSSK) di London, Jumat malam.
Menkeu Sri Mulyani berada di London untuk menghadiri pertemuan tingkat menteri keuangan G20 yang bersidang di London selama dua hari (Jumat dan Sabtu).
Menkeu menjelaskan, keputusan menyelamatkan Bank Century pada 21 November 2008 pada saat kondisi perbankan Indonesia dan dunia mendapat tekanan berat akibat krisis ekonomi global, tidak bisa dinilai berdasarkan kondisi saat ini.
"Dengan meminimalkan ongkosnya dan dikelola oleh manajemen yang baik maka Bank Century punya potensi untuk bisa dijual dengan harga yang baik," ujarnya.
Menurut Menkeu, keputusan KSSK pada saat itu adalah bertujuan untuk menghindari terjadinya krisis secara berantai pada perbankan yang dampaknya jauh lebih mahal dan lebih dahsyat dari tahun 1988.
Ia menambahkan, biaya untuk menyelamatkan Bank Century tidak sebesar kerugian kalau bank tersebut dibiarkan mati, sehingga keputusan untuk menyelamatkan Bank Century yang dipilih.
Pada perhitungan saat itu, penyelamatan Bank Century memakan biaya 683 miliar rupiah, sedangkan apabila dibiarkan mati, paling tidak pemerintah harus mengeluarkan biaya lebih dari lima triliun rupiah.
Ia mengemukakan, sebuah bank akan tetap beroperasi bila mempunyai ratio kecukupan modal (CAR-capital adequacy ratio) sebesar delapan persen. Karena itu, Bank Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan menyuntikkan modal agar syarat CAR minimum bisa terpenuhi dan bank ini tetap operasinal.
Hal itu yang menyebabkan hingga sekarang ini, pemerintah lewat LPS menyuntikan dana segar hingga Rp6,76 triliun rupiah, ujarnya.
Menkeu tidak melihat kucuran dana pemerintah itu akan bertambah seperti yang dikuatirkan banyak orang, karena kondisi Bank Century saat ini sudah mulai membaik.
Ia berharap, opini dan komentar yang meluas di masyarakat tidak membuat Bank Century mendapat tekanan baru. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009