Yogyakarta (ANTARA News) - Potensi gempa dari lempeng samudra masih menjadi kajian para ahli sepanjang zaman. Kajian itu di antaranya di Indonesia yang selama ini meneliti pergeseran lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Gempa bumi tektonik berkekuatan 7,3 skala Richter (SR) di laut selatan Jawa Barat atau di Samudra Hindia, Rabu (2/9) pukul 14.55 WIB dengan pusat gempa 104 km di barat daya Tasikmalaya, terjadi akibat penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia.
Pusat gempa berada di koordinat 8.24 Lintang Selatan (LS) - 107.32 Bujur Timur (BT) dengan kedalaman 30 kilometer.
Menurut pakar tsunami, Budi Waluyo, penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia selama ini terus terjadi sampai sekarang.
"Jika batuan pada lempeng Eurasia kuat menahan, terkumpul energi besar. Apabila suatu saat tak kuat menahan, energi tersebut lepas dan menjadi sumber kekuatan gempa," kata Kepala Stasiun Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta itu.
Ia mengatakan dari penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia, terjadi pergeseran rata-rata tujuh sentimeter setiap tahun.
Menurut Budi, Samudra Hindia termasuk laut selatan Jawa merupakan kawasan rawan tsunami.
Ia menyebutkan akibat gempa tektonik berkekuatan 6,8 SR di laut selatan Jawa pada 17 Juli 2006 pukul 15.19.73 WIB terjadi tsunami yang melanda pantai selatan itu.
Tsunami terjadi pada pukul 15.39.45 WIB, atau sekitar 20 menit setelah gempa. Ketinggian gelombang tsunami bervariasi antara satu hingga 3,5 meter, dan rambahan 75 - 500 meter.
Pusat gempa saat itu berada di koordinat 9.295 LS - 107.347 BT pada kedalaman delapan kilometer.
Koordinat 9.295 LS - 107.347 BT tersebut berada dekat dengan pusat gempa Tasikmalaya, Rabu (2/9) pukul 14.55 WIB di koordinat 8.24 LS - 107.32 BT dengan kedalaman 30 kilometer.
Berdasarkan hasil survei lapangan setelah terjadi gempa tektonik berkekuatan 6,8 SR di laut selatan Jawa pada 17 Juli 2006 pukul 15.19.73 WIB yang kemudian terjadi tsunami, terekam data tsunami melanda beberapa lokasi di sepanjang pantai selatan tersebut.
Survei lapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) dan pengukuran jejak ketinggian serta jejak jarak rambahan, terekam data setelah gempa terjadi tsunami di beberapa lokasi di pantai selatan Jawa mulai dari Kebumen, Cilacap hingga Pangandaran.
Bahkan, menurut Budi Waluyo, tsunami yang terjadi saat itu sampai ke pantai Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Memang ketika itu tidak sampai diberitakan media massa, sehingga tidak banyak diketahui masyarakat bahwa pantai Sadeng dilanda tsunami," katanya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan warga pantai selatan Jawa selalu waspada terhadap kemungkinan terjadi gempa di Samudra Hindia dengan kekuatan besar dan pusat gempa dangkal, karena berpotensi menyebabkan tsunami.
Terkait dengan gempa di laut selatan Jawa Barat, Rabu, 2 September 2009 pukul 14.55 WIB yang pusat gempanya di 104 km barat daya Tasikmalaya itu, BMKG sempat mengeluarkan peringatan dini bahaya tsunami.
Namun, setengah jam kemudian BMKG mencabut peringatan dini itu, karena tidak terjadi tsunami.
Gerak sesar naik
Dari analisa terhadap gempa tektonik berkekuatan 6,8 SR di laut selatan Jawa pada 17 Juli 2006 pukul 15.19.73 WIB yang kemudian terjadi tsunami, berdasarkan posisi pusat gempa saat itu, dan kedalaman serta mekanisme fokal, diperkirakan telah terjadi mekanisme gerak sesar naik di dasar samudra dengan patahan berarah U 270 derajat - 300 derajat T, dan kemiringan sekitar 7 derajat ke utara.
Patahan tersebut kemungkinan besar berhubungan dengan pergerakan dan runtuhan dari prisma akresi yang dipicu oleh penunjaman lempeng Indo-Australia.
Patahan itu menyebabkan terjadinya dislokasi masa batuan, yang kemudian mendorong sejumlah besar volume air laut, sehingga membentuk gelombang pasang yang bergerak secara radikal menjauhi pusat gempa.
Berdasarkan hasil pengukuran ketinggian dan rambahan tsunami di beberapa lokasi, terlihat kecenderungan terjadi penguatan amplitudo (atenuasi) gelombang tsunami di teluk-teluk yang langsung menghadap laut lepas.
Keberadaan paparan pantai dengan kedalaman air relatif dangkal kemungkinan menyebabkan pecahnya gelombang tsunami pada saat menghantam pantai, sehingga menimbulkan kerusakan parah sampai radius 100 - 300 meter dari titik pasang tertinggi.
Rekaman data lapangan di sepanjang wilayah bencana menunjukkan pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat terlanda tsunami paling berat.
Pantai Pangandaran bagian barat relatif mengalami kerusakan lebih parah akibat terjangan gelombang pasang, jika dibandingkan Pantai Pangandaran bagian timur.
Keberadaan Semenanjung Pananjung relatif melindungi Pantai Pangandaran bagian timur dari terjangan gelombang pasang.
Pada saat kejadian, gelombang pasang yang menghantam Semenanjung Pananjung dipantulkan, sehingga bergerak menuju Pantai Pangandaran bagian barat dengan ketinggian sekitar dua meter pada jarak sekitar 200 meter dari garis pantai.
Berdasarkan data ketinggian dan rambahan tsunami, diharapkan ada interpretasi tentang zona-zona rawan, dan ini sebagai masukan bagi penataan kembali tata ruang di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa.
Bukan rambatan Sumatra
Pakar Geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Afnimar mengatakan gempa Tasikmalaya, Jabar berkekuatan 7,3 SR, Rabu (2/9) pukul 14.55 WIB bukan merupakan rambatan gempa dari Siberut, Sumatra Barat pada pagi harinya, Rabu pukul 09.08 WIB.
"Gempa Sumatra memicu gempa di Jawa, secara saintifik tidak masuk akal, karena lokasinya terlalu jauh," kata Afnimar.
Menurut dia, semua kawasan di sepanjang pantai barat Sumatra hingga pantai selatan Jawa sampai pantai selatan Nusa Tenggara berpotensi terjadi gempa, karena terletak di tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia.
Artinya, kata dia, masing-masing lokasi di kawasan itu memiliki zona gempa sendiri-sendiri yang tidak saling terkait antara zona satu dengan zona lainnya.
"Kebetulan saja terjadi dua gempa yang dirasakan dalam satu hari," katanya.
Ia mengatakan gempa tersebut terjadi jika di suatu lokasi terdapat akumulasi energi yang sudah tidak bisa ditahan lagi oleh titik tersebut.
"Gempa itu bisa saja memicu gempa susulan di sekitarnya, tetapi masih tetap di zona yang sama," katanya.
Namun, Afnimar sependapat bahwa suatu gempa yang besar bisa saja dirasakan hingga ke lokasi yang sangat jauh, misalnya gempa yang berpusat di 104 barat daya Tasikmalaya itu juga dirasakan oleh penduduk Denpasar, Bali.
"Gempa tersebut getarannya bisa saja dirasakan hingga ke seluruh dunia, apabila gempanya sangat besar. Kalau gempa Tasikmalaya, tentu saja tidak akan bisa dirasakan di Amerika Serikat, karena terlalu jauh," katanya.
Menurut BMKG, gempa Tasikmalaya pada Rabu 2 September 2009 itu terasa di Jakarta sebesar IV modified mercalli intensity (MMI).
Pada III-IV MMI gempa dirasakan semua orang, IV-V MMI gempa dirasakan semua orang tanpa ada kerusakan bangunan, dan MMI V-VI gempa mengakibatkan kerusakan bangunan.
Sedangkan dari Bandung dilaporkan guncangan sekitar II-III MMI, II-III MMI di Tangerang , II MMI di Tegal, V-VI MMI di Puncak, IV-V MMI di Depok, II-III MMI di Subang, VI MMI di Sukabumi, III MMI di Cibinong, IV-V MMI di Purwokerto, II MMI di Klaten, III MMI di Bekasi, II MMI di Wonosari (Gunungkidul), II-III MMI di Denpasar. (*)
Oleh Oleh Masduki Attamami
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009