Washington (ANTARA News/AFP) - Para pemimpin militer AS hari Kamis berusaha meyakinkan publik yang bosan perang bahwa strategi baru Presiden Barack Obama di Afghanistan sedang bekerja dan mengatakan, pasukan harus tetap berada di sana untuk mengalahkan Al-Qaeda.
"Ada waktu terbatas bagi kami untuk menunjukkan bahwa strategi ini bekerja," kata Menteri Pertahanan Robert Gates kepada wartawan di Pentagon pada jumpa pers yang diadakan ketika pengumpulan pendapat umum baru menunjukkan dukungan rakyat Amerika bagi perang itu melemah.
"Kami mencermati hal itu, kami memahami kekhawatiran banyak orang Amerika di daerah itu, namun kami berpendapat bahwa kami kini memiliki sumber-sumber daya dan pendekatan yang benar untuk mulai mencapai kemajuan," katanya.
Pada jumpa pers itu Gates didampingi oleh Ketua Kepala Staf Gabungan Laksamana Michael Mullen, yang mengatakan bahwa Al-Qaeda tidak bisa dikalahkan jika pasukan AS ditarik dari Afghanistan, seperti yang disarankan oleh sejumlah analis.
"Tentu saya tidak berpendapat bahwa sudah waktunya pergi (bagi pasukan dari Afghanistan)," kata Mullen.
Pernyataan para pejabat AS itu disampaikan setelah Jendral Stanley McChrystal, panglima tinggi AS di Afghanistan, menyampaikan laporan peninjauan strategi Amerika di negara itu yang diperkirakan mencakup permohonan penambahan pasukan.
Gates dan Mullen menolak memberikan penjelasan terinci mengenai temuan-temuan dalam laporan itu, yang telah disampaikan kepada Obama dan sedang dievaluasi oleh para pejabat tinggi militer, dan menekankan bahwa jumlah pasukan di Afghanistan bukan masalah paling penting.
McChrystal pada akhir Agustus menyebut situasi di negara itu "serius" namun mengatakan, keberhasilan bisa dicapai dengan sebuah strategi yang direvisi.
Dengan jumlah korban di pihak AS dan NATO mencapai tingkat tertinggi di Afghanistan dan keraguan muncul mengenai perang itu di AS dan negara-negara anggota persekutuan tersebut, McChrystal mendapat tekanan agar memperbaiki prestasi pasukan Barat dalam beberapa bulan ini.
"Keadaaan di Afghanistan serius, namun keberhasilan masih bisa dicapai dan itu memerlukan sebuah strategi pelaksanaan yang direvisi, komitmen dan tekad, dan penyatuan upaya yang ditingkatkan," katanya.
Sejauh ini 2009 tercatat sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing di Afghanistan sejak invasi pimpinan AS pada 2001 menggulingkan rejim Taliban.
Menurut situs independen icasualties.org yang mencatat jumlah korban dalam perang di Afghanistan, lebih dari 300 prajurit asing tewas di negara itu sepanjang tahun ini, termasuk 175 prajurit Amerika, sementara pada 2008 jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan mencapai 294.
Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.
Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.
Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.
Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
tapi apa daya dan tidak ada lagee pemimpin di dunia ini yang karisatik untuk berani mengatakan dan menentang kearoganan amerika..
alih2 berani konfrontasi kepada amerika..