Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan membentuk satuan tugas (task force) untuk memantau realisasi pemulihan ekonomi nasional (PEN) agar dana yang dialokasikan memberikan dampak bagi pertumbuhan dan pemulihan ekonomi dampak COVID-19.
“Kami ingin melihat realisasinya semaksimal mungkin, kalau bisa sampai 100 persen semua digunakan,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan pers daring di Jakarta, Kamis.
Dalam pemulihan ekonomi nasional itu melibatkan kementerian dan lembaga hingga pemerintah daerah di berbagai sektor meliputi perbankan, padat karya hingga pariwisata.
Dengan adanya program ini, pemerintah melebarkan defisit APBN 2020 yang sebelumnya sebesar 5,07 persen sesuai Perpres No 54 tahun 2020 menjadi 6,34 persen.
Baca juga: Pemerintah revisi postur APBN, tekan laju kemiskinan
Adapun besaran defisit dalam revisi Perpres No 54 tahun 2020 ini adalah Rp1.039,2 triliun, melonjak dibandingkan sebelumnya mencapai Rp852,9 triliun.
“Kami pantau realisasinya seperti apa dari minggu ke minggu, bulan ke bulan. Kami ingin pastikan bahwa program yag sudah dialokasikan dananya benar-benar berjalan,” katanya.
Pemerintah mengalokasikan biaya penanganan COVID-19 termasuk pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp677,20 triliun, sebesar Rp87,55 triliun di antaranya untuk kesehatan.
Baca juga: Presiden Jokowi minta pemulihan ekonomi dilakukan secara hati-hati
Sedangkan sisanya Rp589,65 triliun untuk perlindungan sosial Rp203,90 triliun, UMKM Rp123,46 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, pembiayaan korporasi Rp44,57 triliun, hingga kementerian/lembaga dan pemda Rp97,11 triliun.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020