Jakarta (ANTARA) - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan akan ada standarisasi harga tes polymerase chain reaction (PCR).

"Tadi Bapak Presiden juga menegaskan pentingnya standarisasi harga bagi mereka yang akan melaksanakan bepergian dan wajib untuk tes PCR," kata Doni di kantornya di Jakarta, Kamis.

Doni menyampaikan hal tersebut seusai mengikut rapat terbatas (ratas) dengan tema "Percepatan Penanganan Pandemi COVID-19" melalui video conference yang dipimpin Presiden Jokowi.

"Bapak Presiden meminta harga PCR test tersebut tidak memberatkan para petugas atau masyarakat yang akan bepergian dan menugaskan Menteri Kesehatan untuk menentukan standarisasi harga," ucap Doni.

Harga PCR test mandiri di sejumlah rumah sakit swasta memang bervariasi, antara Rp1.999.000 hingga sekitar Rp2,5 juta, padahal hasil negatif PCR test diwajibkan untuk bepergian menggunakan pesawat.

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan saat ini pemerintah mendorong pembuatan mesin PCR test dan seluruh kelengkapannya di dalam negeri.

"Perlunya membangun industri berbagai hal terkait materi atau bahan pemeriksaan PCR, misalnya cotton swab, viral transport medium, jadi sekarang ini ada puluhan alat tes dengan berbagai merk. Bapak Presiden meminta untuk disederhanakan jumlahnya (mereknya) agar kita tidak semrawut," kata Muhadjir.

Sejumlah komponen yang dibutukan dalam PCR test, misalnya reagen yaitu zat atau senyawa yang digunakan ke sistem saat pengetesan yang menyebabkan reaksi kimia untuk melihat apakah terjadi reaksi. Komponen lain yang dibutuhkan adalah VTM atau media pembawa virus dan ekstrak RNA atau pemurnian asam nukleat rantai tunggal yang merupakan hasil translasi dari DNA.

Baca juga: Indonesia segera miliki PCR test kit COVID-19 berbasis transmisi lokal

"Karena seperti kita ketahui ada sering sekali medium pengangkut virus dengan reagen dan esktrasi tidak matching karena mereknya beda, sehingga menghambat pelaksanaan di lapangan. Semakin sedikit jumlah merek nanti lebih mudah untuk penanganan," ujar Muhadjir.

Menurut Muhadjir, Presiden Jokowi mendorong mesin PCR test yang sudah dikembangkan ditemukan peneliti di Indonesia itu agar segera diproduksi dalam jumlah besar agar Indonesia tidak tergantung pada impor.

Baca juga: Ketua MPR dukung produksi rapid test bisa selesai tepat waktu

"Ada satu hal yang harus diselesaikan Pak Menristek, yaitu (alat) mencoloknya hidung dan tenggorokan belum produksi, padahal PCR-nya sudah bisa. Karena itu tadi Bapak Presiden meminta itu untuk dipenuhi sehingga kita tidak lama bisa menggunakan PCR dalam negeri sendiri yang kualitasnya sudah teruji secara medis," kata Muhadjir.

Baca juga: PCR dan rapid test saling melengkapi dalam penanganan COVID-19

Muhadjir pun berharap Indonesia dapat memproduksi vaksin COVID-19 secara mandiri pada akhir 2020.

"Target indonesia bisa memproduksi vaksin mandiri adalah akhir tahun ini. Tadi Presiden menginstruksikan peneliti kita untuk mencari, menemukan vaksin untuk digunakan Indonesia sendiri, karena bapak presiden menyampaikan sekarang ada 147 pihak di dunia yang bergerak menyusun vaksin, tapi mereka pertama-tama akan digunakan untuk kebutuhan sendiri, sementara kita punya 270 juta warga, sehingga mau tidak mau tidak mungkin mengandalkan impor. Jadi harus siap-siap melakukan riset vaksin untuk Indonesia sendiri," kata Muhadjir.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020