Jakarta (ANTARA) - Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Robikin Emhas mengatakan tempat ibadah harus mendapat perlakuan yang sama sebagaimana area publik lain seperti mal, pasar, industri dan sejenisnya di masa normal baru.
"Jangan ada kesan diskriminatif dan perlakukan yang tidak setara," kata Robikin kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan banyak aspek yang mulai ada tanda dibuka secara normal seperti di bidang ekonomi dengan tidak diperlukan prosedur birokrasi yang berbelit dengan pengajuan izin.
Baca juga: Rumah ibadah dan pesantren disebut butuh sarana pendukung normal baru
Ia mengatakan seharusnya demikian juga untuk tempat ibadah. Tentu saja semua normal baru itu tetap harus dengan protokol kesehatan yang memadai.
"Protokol kesehatan harus dipahami sebagai bagian dari ikhtiar lahiriah untuk menjaga kesehatan dan keselamatan. Sesuatu yang juga merupakan perintah agama," katanya.
Robikin mengatakan normal baru seharusnya tidak dipahami hanya sebatas berjalannya kehidupan yang aman dari COVID-19 dan masyarakatnya produktif secara ekonomi.
Lebih dari itu, kata dia, normal baru merupakan bekerjanya sistem kehidupan yang didasarkan nilai-nilai humatistik dan standar etik universal di segala bidang.
Baca juga: PBNU salurkan bantuan sembako ke sejumlah wilayah Indonesia
Baca juga: PBNU dukung upaya penanggulangan COVID-19
Oleh karena itu, katanya, prinsip kesetaraan keadilan dan penghargaan harkat martabat kemanusiaan harus menjadi basis pengambilan keputusan.
Ketua PBNU itu mengatakan dalam upaya melakukan pencegahan penularan dan mengatasi COVID-19, prinsip-prinsip tersebut harus menjadi basis pengambilan kebijakan.
"Oleh karena itu, dengan tetap memperhatikan kondisi aktual pandemi di daerah masing-masing, secara epidemologi normal baru memungkinkan diterapkan untuk bidang ekonomi, maka bidang-bidang yang lain juga harus mendapat perlakuan sama, termasuk di bidang keagamaan semisal fungsionalisasi tempat peribadatan," katanya.
Baca juga: PBNU ajak doa bersama hempaskan COVID-19
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020