Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie memperkirakan jumlah partai politik setelah pemilu 2009 akan menyusut drastis karena telah terjadi konsolidasi kepartaian dan seleksi melalui pemilu.
"Pada masa depan, kita akan menghadapi era baru konsolidasi partai. Akan ada kecenderungan jumlah partai itu bakal menciut," kata Jimly kepada pers sesaat sebelum dilantik sebagai Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Kebangsaan di Jakarta, Kamis.
Di organisasi massa itu, Jimly menggantikan posisi Wiranto, yang kini Ketua umum Partai Hanura dan telah resmi mencalonkan diri sebagai capres dari partai tersebut.
Menurut Jimly, partai-partai yang mendapat dukungan riil masyarakat minimal 2,5 persen jumlah kursi di parlemen itu lah yang nantinya akan tetap eksis dan terus berkembang.
Dikatakannya pula bahwa untuk membangun sebuah partai baru pada saat ini harganya sudah sangat mahal dan orang-orang akan memilih untuk bergabung dengan partai-partai yang telah eksis saja.
Mengenai posisi barunya di ormas itu, Jimly mengatakan bahwa dirinya bersedia menerima tawaran sejumlah fungsionaris Perhimpunan Kebangsaan setelah ada jaminan bahwa organisasi itu bersifat independen dan tidak memiliki afiliasi apapun dengan suatu parpol.
"Di sini banyak tokoh-tokoh lintas partai yang turut bergabung karena ada jaminan independensi itu," katanya.
Menurut Ketua Umum DPP Perhimpunan Kebangsaan, Yusuf Martak, dalam organisasi yang didirikan sejak 2005 itu tercatat sejumlah nama seperti Ketua MPR Hidayat Nurwahid dan politisi senior Golkar Marwah Daud Ibrahim sebagai anggota Dewan Pembina.
Sementara di jajaran kepengurusan DPP, ujarnya lagi, juga terdapat nama-nama seperti politisi PBB Ali Mochtar Ngabalin dan politisi PBR yang kini hijrah ke PAN Ade Daud Nasution.
"Organisasi ini bersifat independen dan tidak ada keterkaitan apapun dengan partai manapun atau sebagai kendaraan politik," ujarnya.
Ketika ditanya apakah penunjukan Jimly itu dalam rangka menduetkannya dengan Wiranto di Pilpres 2009, Yusuf martak menyanggah hal itu dengan mengatakan bahwa hal tersebut sudah terlalu jauh. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009