Yogyakarta (ANTARA News) - "Feminist phobia" kini merambah khasanah keislaman di Indonesia karena tantangan dan hujatan sering dilontarkan kepada mereka yang mencoba mengklaim dirinya sebagai seorang teolog feminis.

"Kondisi semacam itu mengharuskan para teolog feminis merenungkan apakah akan bersikukuh menggunakan label teologi feminis atau mencari terminologi lain," kata Ketua Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Siti Ruhaini Dzuhayatin di Yogyakarta, Rabu.

Di sisi lain, menurut dia, pada diskusi perkembangan kesetaraan gender di dunia akademis, kebutuhan menegaskan label tersebut dilakukan untuk merespons perkembangan metodologis studi agama-agama kontemporer kritis.

"Rasionalitas modern telah melahirkan kesadaran baru tentang nilai keadilan dan egalitarian manusia. Bagaimana pun ilmu pengetahuan dituntut untuk semakin kritis memberikan solusi terhadap kompleksitas permasalahan kontemporer," katanya.

Ia mengatakan, analisis kritis tersebut diarahkan pada pranata sosial yang sudah tidak memadai lagi untuk menampung tuntutan kesadaran baru akan keadilan dan persamaan hak.

Tuntutan itu pada gilirannya merambah teks keagamaan yang cenderung mengalami status quo oleh berbagai kepentingan politik dan kekuasaan yang berbasis pada kelas, kelompok, etnis, dan gender.

Menurut dia, feminis teologi Islam juga dimaksudkan untuk menjamin keberpihakan Islam kepada integritas dan otoritas kemanusiaan perempuan yang terdistorsi oleh narasi besar wacana keislaman klasik yang saat ini masih mendominasi proses sosialisasi dan pembelajaran keislaman kontemporer.

"Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa ide emansipatif feminisme akan mendapatkan reaksi keras dari kaum laki-laki jika disampaikan oleh kalangan perempuan. Sementara ide yang sama jika disampaikan oleh sesama kaum laki-laki terasa tidak selalu mengancam," katanya.

Oleh karena itu, tidak ada cara lain kecuali menjalin kerja sama dengan kaum laki-laki yang peduli kepada setiap bentuk agenda pemberdayaan sosial mereka.

"Kalangan feminis sendiri tidak pernah mengklaim bahwa hanya perempuan yang memiliki kesadaran feminis sehingga keberadaan male feminist menjadi niscaya dalam meretas `feminist phobia`," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009