Jakarta, (ANTARA News) - Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso menyatakan, TNI makin memperketat pemberian "security clearence" bagi ekspor senjata, guna mencegah penyalahgunaan oleh pihak tidak bertanggungjawab.

"Selama ini TNI telah berlaku sangat selektif, dan ketat dalam pemberian `security clearence`. Tidak main-main, dan tidak sembarang," katanya, menjawab ANTARA di Kabupaten Bekasi, Rabu.

Ditemui usai menghadiri pencanangan pembangunan 11 unit blok kembar rumah susun sewa bagi TNI, ia menegaskan, dalam proses ekspor senjata ke Pemerintah Filipina dan Mali pihaknya telah melakukan prosedur sesuai aturan berlaku.

Djoko mengemukakan, pemberian "security clearence" oleh TNI berdasarkan permohonan Departemen Pertahanan sebagai pembina PT Pindad sebagai industri pertahanan yang menerima pesanan senjata berupa pistol dan senapan laras panjang dari Filipina dan Pemerintah Mali.

"Security clearence" dikeluarkan TNI sebagai dasar bagi Departemen Pertahanan untuk mengeluarkan rekomendasi izin ekspor kepada PT Pindad, masing-masing pada 20 Januari 2009 untuk pesanan sepuluh pucuk pistol P2-V1 bagi Filipina dan izin ekspor pada 12 Juni 2009 untuk 100 unit senjata SS1-V1 bagi Mali.

"Kewenangan TNI hanya sampai situ, mengenai bagaimana kondisi dan keberadaan senjata-senjata itu di luar negeri, TNI sudah tidak memiliki kewenangan," ujarnya.

Panglima TNI menegaskan, "security clearence" bagi setiap ekspor senjata tidak bisa begitu saja diberikan.

"Kita harus cek siapa pembelinya, apa yang dibeli, dari mana. Jadi, jangan buat kesan seolah-olah TNI tidak serius, tidak selektif selama ini dalam pemberian "security clearence"," kata Djoko.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009