Surabaya (ANTARA News) - Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya mengusulkan sistem administrasi untuk mahasiswa asing sebaiknya ditangani "satu atap" antara Depdiknas, Deplu, dan Imigrasi (DepkumHAM).

"Selama ini, kami harus mengurus ke Depdiknas, Deplu, dan Imigrasi, sehingga harus keliling," kata Ketua International Office ITS, Dr Ketut Budi Artana, di Surabaya, Rabu.

Menurut dia, ketiga instansi itu sendiri kadang-kadang memiliki aturan yang berbeda, apalagi masa pemberlakuan KITAS (Kartu Izin Tinggal Sementara) juga sering berubah.

"Kadang berlaku untuk tiga bulan, lalu enam bulan, dan akhirnya satu tahun, kemudian tahun berikutnya berubah lagi, sehingga kami kesulitan," katanya.

Bahkan, katanya, ITS pernah memulangkan seorang mahasiswa asing ke negaranya, karena mahasiswa asing yang bersangkutan terancam deportasi.

"Satu mahasiswa asing itu kami pulangkan dengan dana dari ITS, karena mahasiswa itu tidak memiliki uang dan depdiknas hanya menanggung biaya pendidikan dan biaya hidup di Indonesia," katanya.

Oleh karena itu, katanya, pihaknya mengusulkan instansi pemerintah yang mengurus mahasiswa asing hendaknya melakukan pengurusan administrasi dalam satu atap.

"Di ITS sendiri ada 41 mahasiswa asing dari 15 negara yang menempuh studi S2 dan S3. Mereka umumnya senang dapat kuliah di Indonesia, karena itu jumlah mereka bertambah terus setiap tahun," katanya.

Ia menyatakan banyaknya mahasiswa asing yang menempuh studi di Indonesia itu menguntungkan, karena akan banyak orang yang mengenal Indonesia.

"Tapi, hal itu harus diiringi dengan proses pengurusan administrasi yang memudahkan, sebab kalau prosesnya menyulitkan justru akan merusak citra kita sendiri," katanya.

Mahasiswa asing di ITS antara lain dari Iran, Aljazair, Senegal, Etiopia, Myanmar, Lesoto, Madagaskar, Kenya, Sudan, Malaysia, Thailand, Jepang, Belanda, Papua Nugini, dan sebagainya.

"Rencananya, mahasiswa asing dari Palestina akan kuliah di ITS," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009