Jakarta (ANTARA News) - Direktur Pengawasan Bank I Bank Indonesia Boedi Armanto mengatakan Bank Century masih memiliki dana sekitar 156 juta dolar AS di Bank Dressner Swiss.
"Dana ini merupakan back to back atau jaminan dari surat berharga yang dimiliki oleh Bank Century," katanya di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, sebelumnya Bank Century memiliki surat berharga tanpa rating senilai 203 juta dolar AS dan awalnya memiliki jaminan sebesar 220 juta dolar AS di bank di Swiss.
Mulanya aset tersebut dinilai macet oleh Bank Indonesia, namun karena ada back to back (jaminan) dalam bentuk dana tunai di Bank Dressner, BI kemudian menyatakan aset ini lancar.
Menurut dia, hal ini dibuktikan dengan pembayaran surat berharga yang telah jatuh tempo sebanyak dua kali, masing-masing 7 juta dolar AS dan 36 juta dolar AS yang keduanya telah dibayarkan ke Bank Century.
Seiring dengan krisis keuangan, surat berharga yang jatuh tempo tidak dibayarkan dan membuat aset surat berharga tersebut dinilai macet. Namun seiring perkembangan waktu, aset tersebut ternyata masih bisa untuk ditarik kembali.
Deputi Direktur Pengawasan Bank I Heru Kristiana mengatakan, pihaknya telah mendapatkan surat dari pengadilan Swiss bahwa dana jaminan sebesar 220 juta dolar AS tersebut masih ada. Untuk itu Bank Century kini telah mengusahakan agar klaim atas dana tersebut dapat dilakukan.
"Dressner Bank Swiss, ada statment of account, duitnya ada, kesepakatan jatuh tempo akan mereka penuhi dan jaminan ada pernyataan dari pengadilan," katanya.
Menurut dia, dengan adanya jaminan tersebut diharapkan jaminan dana tersebut dapat diambil, sementarta surat berharaga tanpa rating yang dimiliki Century itu berjatuh tempo berbeda-beda.
"Paling lama jatuh temponya 2014," katanya.
Sementara itu terkait penanganan Bank Century ia mengatakan pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap Bank Century.
Terkait dengan suntikan dana LPS sampai dengan empat kali ke Bank Century dengan total nilai Rp6,7 triliun pihaknya menyatakan hal itu tidak diperkirakan sebelumnya meningat saat itu kondisi penilaian terus dilakukan dimana terdapat banyak aset yang jatuh tempo dalam rentang waktu yang berbeda-beda.
Selain itu, seiring berjalannya waktu juga terdapat penipuan yang tidak diketahui BI karena ada kolusi antara pemilik dan direksi.
"Kalau ada kongkalikong antara pemilik dan pegawai, pengawasan seketat apapun sulit untuk diungkap," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009