Tanjungpinang (ANTARA News) - Gubernur Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah meminta seluruh elemen masyarakat tidak emosi menghadapi Malaysia berkaitan dengan isu kebudayaan milik Indonesia yang diduga diklaim negara itu.
"Jangan emosi menghadapi permasalahan itu, belum tentu Pemerintah Malaysia yang salah," kata Ismeth setelah pelantikan anggota DPRD Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, Senin.
Dia meminta seluruh elemen masyarakat berhati-hati dalam menanggapi klaim Malaysia atas tari pendet dari Bali.
"Ternyata bukan Pemerintah Malaysia yang melakukannya, melainkan pengusaha di negara itu yang menjadikan tari pendet untuk promosi pariwisata," ujarnya.
Ismeth melarang masyarakat melakukan penyisiran terhadap masyarakat Malaysia yang masuk Ke Kepulauan Riau. "Jangan ada `sweeping`. Itu tidak perlu," katanya.
Dia mengungkapkan, permasalahan klaim budaya yang dilakukan Malaysia tidak perlu ditanggapi secara berlebihan, karena hanya akan memperburuk hubungan Indonesia dengan Malaysia.
"Lebih baik membuat program agar permasalahan serupa tidak terulang lagi di kemudian hari," katanya.
Aset kebudayaan yang dimiliki Kepulauan Riau akan dipatenkan, kendati itu membutuhkan biaya yang besar sehingga tidak dapat dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Yang paling penting komunikasi antara kedua negara," katanya.
Menurut dia, pemerintah harus meningkatkan hubungan bilateral dengan Malaysia, terutama bidang kebudayaan agar pemerintah dan masyarakat Malaysia mengetahui aset kebudayaan yang dimiliki Indonesia.
"Peningkatan kerja sama di bidang kebudayaan dapat mencegah terjadinya klaim budaya milik Indonesia," katanya. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009
Malaysia sudah kelewatan batas, sekarang saja sudah mengklaim pulau jemur di dekat wilayah Bapak di wilayah Riau. Secara hukum saja sudah masuk Indonesia dari batas pantai. kenapa masih berani mengklaim pulau jemur. WASPADAI Pak, selat malaka jalur strategis yang akan dikuasai pelan2 oleh Malaysia untuk kepentingan lintas perdagangan Minyak dari Arab oleh Commenweal AS karena harus melewati selat malaka.