Tentu hal ini dapat digali lebih lanjut oleh KPK dengan menyoal kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang membantu pelarian atau persembunyian keduanya

Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengenakan pasal obstruction of justice bagi pihak-pihak yang membantu pelarian mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) dan menantunya Rezky Herbiyono (RH).

"Tentu hal ini dapat digali lebih lanjut oleh KPK dengan menyoal kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang membantu pelarian atau persembunyian keduanya," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Novel Baswedan ada di dalam tim tangkap Nurhadi

Diketahui, kata dia, Nurhadi dan Rezky telah ditetapkan sebagai buronan oleh KPK sejak Februari lalu. Praktis tiga bulan pascapelarian itu keberadaan keduanya tidak diketahui.

"Mustahil jika dikatakan pelarian ini tanpa adanya bantuan dari pihak lain. Maka dari itu, KPK harus menjerat pihak-pihak tersebut dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang obstruction of justice," ucap Kurnia.

Adapun Pasal 21 tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: KPK telah geledah 13 rumah cari Nurhadi

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana paling singkat 3 tahun dan maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Selain itu, kata dia, ICW juga meminta KPK mengembangkan dugaan pencucian uang yang dilakukan Nurhadi. Hal tersebut berkaitan dengan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi sebesar Rp46 miliar yang diterima oleh Nurhadi.

"Sebab, selama ini beredar kabar bahwa yang bersangkutan memiliki profil kekayaan yang tidak wajar sehingga hal tersebut membuka kemungkinan jika uang yang didapatkan Nurhadi telah digunakan lebih lanjut untuk berbagai kepentingan pribadi," ungkap Kurnia.

Oleh karena itu, kata dia, KPK harus menyangka Nurhadi dengan pasal terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Baca juga: Tim KPK sempat dapat perlawanan saat hendak tangkap Nurhadi

Diketahui, KPK telah menangkap Nurhadi dan Rezky di salah satu rumah di Simprug, Jakarta Selatan, Senin (1/6) malam.

Saat ini, dua tersangka tersebut berada di gedung KPK untuk diperiksa intensif oleh penyidik.

Nurhadi dan Rezky bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016 pada 16 Desember 2019. Ketiganya telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11 Februari 2020.

Sementara untuk tersangka Hiendra belum tertangkap dan tim KPK masih memburunya.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Baca juga: DPO sejak Februari, mantan Sekretaris MA Nurhadi ditangkap KPK

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020