Salah satu pimpinan DPD asal Provinsi Bengkulu ini bahkan meminta KPU bertanggungjawab jika saat pencoblosan Pilkada yang dilakukan Desember mendatang malah menimbulkan klaster baru penularan COVID-19.
"Saya sudah mendengar penjelasan Mendagri bahwa Pilkada nanti dilaksanakan dengan protokol kesehatan, tetapi saya ingatkan tenaga medis yang sudah menggunakan APD saja bisa terpapar," kata Sultan dalam keterangan tertulisnya, Selasa.
Baca juga: Pakar: Jangan paksakan pilkada di tengah pandemi COVID-19
Mantan Wakil Gubernur Bengkulu ini mengatakan proses Pilkada pasti melibatkan banyak orang, mulai dari calon yang maju beserta tim pemenangnya, masyarakat yang memiliki hak suara, serta petugas pemilihan mulai dari tingkat TPS hingga ke KPU.
Menurut dia, proses Pilkada berjenjang dan melibatkan banyak orang itu memungkinkan timbulnya klaster baru penyebaran COVID-19, yakni klaster TPS, mengingat daya tular virus ini tergolong sangat cepat.
“Pertanyaan saya, siapa yang tanggung jawab nanti. KPU harus siap lho, jadi jangan hanya karena kita mengejar sesuatu yang tidak prioritas, tetapi nanti dampaknya menghantam apa yang kita prioritaskan, yakni sektor kesehatan dan ketahanan sosial. Ini seharusnya menjadi logika berpikir kita semua, sebelum mengambil keputusan,” jelasnya.
Sultan menjelaskan prioritas Indonesia saat ini adalah kesehatan dan pangan sebagai penguat sosial-ekonomi masyarakat yang menderita karena dampak COVID-19, terutama di lapisan bawah.
Menurut Sultan, proses demokrasi melalui Pilkada dalam situasi saat ini menjadi tidak mutlak untuk dilaksanakan karena memang masih bisa ditunda, apalagi KPU juga punya simulasi opsi sampai April 2021.
Baca juga: Pengamat: Sebaiknya pilkada serentak ditunda
Dari sisi anggaran negara, Sultan juga mengungkapkan bahwa semua lembaga negara dan kementerian telah dipangkas oleh Kementerian Keuangan, termasuk anggaran DPD RI yang tahun ini juga sudah dipangkas.
“Ini KPU RI untuk Pilkada dengan anggaran Rp9 triliun malah mengajukan anggaran tambahan Rp535 miliar lebih karena harus membeli alat pendukung protokol kesehatan. Ini kan seperti tidak punya sensitivitas terhadap apa yang sekarang dirasakan rakyat,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika pelaksanaan Pilkada serentak ini tetap dilaksanakan di tengah pandemi COVID-19, dikhawatirkan jumlah pemilih akan menurun karena banyak yang merasa cemas datang ke TPS.
Apalagi, lanjutnya, saat ini masih adanya peluang untuk kembali ke kebijakan pemberlakuan PSBB, bila ternyata konsep normal baru tidak berhasil menurunkan kurva wabah.
“Kami di DPD sudah mengingatkan, bahwa negara saat ini lebih membutuhkan prioritas anggaran untuk pangan dan recovery ekonomi, bukan Pilkada. Karena beda dengan Pilpres yang konsekuensinya apabila ditunda bisa vacum of power," kata Sultan.
Baca juga: Pengamat: Pilkada saat pandemi harus akomodir hak politik rakyat
Pewarta: Carminanda
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020