"Kegiatan ini memang sebagai reaksi terhadap sikap Malaysia yang memasukkan Tari Pendet dalam iklan pariwisatanya, tetapi tujuan kami tidak ingin membuat suasana semakin panas karena pihak Malaysia juga telah meminta maaf," kata Humas penyelenggara Tari Pendet Massal , I Gede Arya Pardita, di Yogyakarta.
Menurut dia, keinginan mahasiswa asal Bali yang kebetulan mengenyam pendidikan di Yogyakarta tersebut, ditujukan untuk melibatkan diri dalam kegiatan berbudaya.
"Jika bukan bangsa Indonesia sendiri, maka siapa lagi yang akan melestarikan budaya yang telah ada," katanya yang menyatakan bahwa persiapan kegiatan tersebut hanya dirancang selama tiga hari.
Meskipun di Bali terdapat beragam jenis tarian, kata Arya, namun mahasiswa memilih Tari Pendet karena lebih sederhana sehingga masyarakat yang menonton menjadi mudah mencernanya.
"Jika kami memilih tarian yang lebih rumit, maka kemungkinan justru tidak akan membuat masyarakat menjadi tertarik," katanya.
Tari Pendet yang diiringi secara langsung oleh gamelan Bali tersebut membuat masyarakat yang kebetulan melintas di kawasan Malioboro menyempatkan diri untuk berhenti dan menikmati tarian yang biasanya ditarikan dalam pembukaan upacara keagamaan tersebut.
Selain menggelar tarian secara massal, dalam kegiatan tersebut juga dibacakan sejarah singkat Tari Pendet dalam tiga bahasa, yaitu Bali, Indonesia dan Inggris, yaitu Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang ditarikan di pura, namun seiring perkembangan zaman, tarian tersebut menjadi tarian selamat datang tanpa meninggalkan unsur sakral dan religiusnya.
Selembar kain putih pun disediakan di sekitar tempat kegiatan untuk mengumpulkan tanda-tangan dari masyarakat Yogyakarta yang kemudian akan diserahkan kepada Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai dukungan agar pemerintah segera mematenkan berbagai kesenian dan budaya daerah.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009