Khartoum (ANTARA News) - Seorang pejabat tinggi pemerintah Sudan pada Sabtu membantah tuduhan yang diajukan oleh mantan pemberontak Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA) di bagian selatan negeri itu bahwa pemerintah di Khartoum "terlibat" dalam kerusuhan suku di Sudan Selatan.
"Tuduhan ini tidak benar, tak berdasar dan tidak masuk akal," kata penasehat Presiden Sudan, Ali Tamim Fartak, kepada Xinhua.
Pada Jumat, beberapa anggota suku menembak 43 orang hingga tewas, termasuk perempuan dan anak-anak serta tentara SPLM, dan melukai lebih dari 60 orang lagi dalam serangan antarsuku paling akhir di Negara Bagian Jonglei, Sudan Selatan.
Beberapa pejabat pemerintah semi-otonomi Sudan Selatan telah menuduh pemerintah pusat di Khartoum bersalah dalam kerusuhan suku baru-baru ini. Mereka mengatakan pemerintah pusat "mempersenjatai warga sipil di Sudan Selatan untuk menyulut kerusuhan sebelum referendum 2011 mengenai pemisahan diri wilayah tersebut".
Penasehat presiden Sudan itu berkata, "SPLM berusaha mengalihkan perhatian dari kegagalannya mewujudkan keamanan bagi wilayah selatan dan mencegah rusaknya keamanan di sana. SPLM memerintah Sudan Selatan dan memiliki tanggung jawab memelihara keamanan di sana."
Ia kembali menyampaikan keinginan Khartoum mengenai penerapan penuh Kesepakatan Perdamaian Menyeluruh (CPA), yang ditandatangani antara Partai Kongres Nasional di Khartoum dan SPLM pada 2005 serta mengakhiri lebih dari 20 tahun perang antara Sudan Utara dan Selatan.
"Partai Kongres Nasional, yang menandatangani kesepakatan dengan SPLM, adalah pihak yang ingin menstabilkan (Sudan) Selatan. Tak masuk akal jika partai ini berada di belakang rusaknya keamanan di selatan," kata Fartak.
Juru bicara SPLM Kuol Diem Cole telah menuduh pemerintah Khartoum berada di belakang gelombang kerusuhan baru-baru ini di Sudan Selatan.
Kuol mengatakan dalam satu wawancara dengan Radio Miraya FM bahwa pemerintah Sudan juga "terus menyediakan dukungan logistik" buat kelompok pemberontak Uganda, Tentara Perlawanan Tuhan (LRA), yang berperang di beberapa daerah di Sudan Selatan.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009