Kami minta Kepolisian proses hukum terhadap para pelakunya penyebar ideologi khilafah. Jangan dibiarkan berkembang karena organisasi itu sudah dilarang
Kupang (ANTARA) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Josef A Nae Soe meminta aparat Kepolisian setempat memroses secara hukum terhadap aktivis HTI yang menyebarkan ideologi khilafah melalui brosur dan video di daerah ini.
"Kami minta Kepolisian proses hukum terhadap para pelakunya penyebar ideologi khilafah. Jangan dibiarkan berkembang karena organisasi itu sudah dilarang," ucap Josef A Nae Soi menegaskan kepada wartawan usai mengikuti upacara HUT Pancasila bersama Presiden Joko Widodo yang dilakukan secara virtual, Senin.
Josef A Nae Soe mengatakan hal itu terkait ditangkapnya Ketua HTI NTT, Suryadi Koda yang menyebarkan brosur dan video untuk menyebarkan ideologi khilafah di NTT.
Baca juga: Polisi tangkap suami istri penyebar ideologi khilafah di Kupang
Menurut Josef, aturan yang melarang terhadap identitas atau ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ideologi negara masih berlaku.
Sehingga kata Josef, terhadap organisasi yang melakukan penyebaran ideologi khilafah yang bertentangan dengan Pancasila harus dilarang.
Ia mengatakan, pemerintah NTT mendukung penuh terhadap upaya aparat keamanan untuk melakukan penegakan hukum terhadap organisai yang menyebarkan ideologi di luar ideologi negara Pancasila.
"Terhadap gangguan yang mengusung identitas di luar ideologi negara dilarang, sehingga terhadap mereka yang menyebarkan ideologi yang lain diproses secara hukum," tuturnya.
Baca juga: HTI di Kupang, tamparan keras bagi pemprov dan penegak hukum
Ia mengatakan, apabila negara melarang suatu organisasi terlarang hidup di negara ini, maka tidak boleh dibiarkan berkembang, termasuk di NTT.
"Organisasi HTI sudah dilarang oleh pemerintah pusat, sehingga terhadap mereka harus diproses secara hukum," ujarnya.
Ia mengatakan, pihak Kepolisian agar memroses secara hukum terhadap para anggota HTI yang menyebarkan ajaran dil uar ideologi sehingga NTT bebas dari kegiatan organisasi terlarang.
Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020