Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia, Eduardo Irfan menilai gaung positif terhadap Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja justru mulai nampak di tengah pandemi virus corona (COVID-10).
Nada positif bermunculan terkait dengan harapan bahwa RUU Ciptaker dapat menjadi salah satu solusi pemulihan ekonomi yang terpuruk karena dampak COVID-19, kata Eduardo (Edo) dalam keterangan tertulis, Ahad.
"Kita tahu, dampak COVID-19 ini membuat puluhan ribu pekerja di PHK karena banyak pabrik tutup termasuk usaha kecil dan menengah. Ini yang membuat pengusaha maupun pekerja kembali menengok RUU Cipta Kerja,’’ kata Edo.
Menurut dia, wabah COVID-19 tak bisa diabaikan dalam meningkatnya opini positif terkait RUU Ciptaker.
"Banyak suara yang menilai RUU ini memang digagas dan disusun dengan tujuan meningkatkan investasi, memperluas lapangan kerja atau memudahkan usaha bagi UKM," ujarnya.
Baca juga: PAN setuju tunda pembahasan klaster ketenagakerjaan RUU Ciptaker
Baca juga: NasDem minta pemerintah cabut klaster ketenagakerjaan RUU Ciptaker
Karena itulah, banyak pihak yang melihat terobosan baru dalam regulasi untuk pemulihan dunia usaha dan ekonomi Tanah Air secara umum, sangat dibutuhkan.
‘’Karena itulah tampaknya, arah pemberitaan pun bergeser. Meskipun DPR RI sepakat menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan, tapi klaster-klaster lain masih mendapat ruang pembahasan yang luas di media,’’ kata pemerhati dan peneliti media ini.
Meski demikian, kata Edo, kritik keras terhadap isu-isu yang sebelumnya mendominasi, tidak sepenuhnya hilang dari media.
‘’Dalam bacaan kami terhadap informasi yang berkembang, memang respon terhadap RUU ini setidaknya ada tiga," katanya.
Ada yang menolak sepenuhnya, ada yang menerima sebagian tapi menolak sepenuhnya, tapi juga tak sedikit yang menerima dan meminta perbaikan pada bagian-bagian tertentu. "Pendapat yang ketiga, menurut kami, belakangan mendominasi pemberitaan,’’ katanya.
Menurut Edo, sikap terhadap RUU Ciptaker akan sangat baik jika disampaikan dengan argumen yang kuat, jelas, objektif dan mudah dimengerti publik.
‘’Tugas masyarakat bersuara, mengkritisi dengan argumen dan cara-cara yang baik, tugas DPR dan pemerintah mendengarkan masukan dan mengakomodasinya. Itu saja sebenarnya, jangan terlalu berpanjang-panjang dalam kegaduhan,’’ katanya.
Baca juga: Arwani: DPR bisa hentikan pembahasan RUU Ciptaker
Baca juga: Dewan Pers: Tunda pembahasan RUU KUHP dan RUU Ciptaker selama COVID-19
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020