Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta aparat Kepolisian mengusut tuntas teror terhadap jurnalis dan panitia diskusi di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Langkah itu harus dilakukan Kepolisian untuk menyelamatkan praktek ber-Pancasila, demokrasi dan hukum yang adil, untuk menjaga eksistensi Indonesia sebagai negara demokrasi dan hukum," kata Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Dia menolak keras teror dan ancaman tersebut sehingga aparat Kepolisian harus segera menegakkan keadilan hukum dengan mengusut tuntas hal tersebut.
Baca juga: Mahfud sayangkan diskusi di UGM batal digelar
Baca juga: Polri siap usut teror diskusi UGM
Menurut dia apabila hal itu dibiarkan akan menjadi trend, dan bom waktu diabaikannya Pancasila, dan berkembangnya Negara Democrazy dan Hukum Rimba yang tidak sesuai dengan Ideologi Pancasila.
"Teror, intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan adalah kejahatan yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan prinsip negara demokrasi dan hukum serta tuntutan reformasi," ujarnya.
Menurut dia teror sejenis juga ditujukan kepada narasumber dan panitia diskusi ilmiah di kampus UGM karena itu teror-teror seperti itu harus diusut tuntas dan pelakunya dijatuhi hukuman keras, agar kejahatan seperti itu tidak diulangi lagi.
HNW menilai di era demokrasi dan reformasi, cara-cara teror dan ancaman pembunuhan untuk menunjukkan ketidaksetujuan dengan pihak lain seharusnya sudah ditinggalkan dan tidak dipraktekkan lagi.
"Ini malah ada dua teror dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan dan kegiatan di kampus, yang dipertontonkan dengan vulgar kepada publik bahkan membuat diskusi ilmiah di kampus UGM sampai dibatalkan," katanya.
Politisi PKS itu menilai cara-cara semacam itu seharusnya sudah tidak lagi diberi tempat di Indonesia, Polisi harusnya tegas tegakkan hukum, mengayomi rakyat dan adil.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Pendisiplinan masyarakat dengan pendekatan humanis
Baca juga: MPR: RUU HIP perkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa
Bahkan lebih parah lagi menurut dia, pelaku ancaman teror di UGM mencatut sebagai aktivis ormas Muhammadiyah di Klaten namun kemudian dibantah oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Klaten.
"Pelaku jelas telah mencatut dan mencemarkan nama besar Muhammadiyah, mungkin juga dengan motif adu domba. Saya sangat yakin kader Muhammadiyah yang terkenal dengan akhlak mulia dan intelektualitas tingginya, pasti tidak akan menggunakan cara-cara negatif itu," ujarnya.
Dia menilai dengan mengusut tuntas, polisi sekaligus dapat mencegah terjadinya adu domba dan fitnah terhadap Muhammadiyah.
Menurut Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu peristiwa intimidasi kepada wartawan memang mengingatkan rekan-rekan wartawan untuk lebih serius mempraktekkan kode etik jurnalistik.
"Tetapi bukan berarti bila ada yang tidak setuju dengan pemberitaan wartawan, lantas jalan keluarnya adalah teror dan ancaman pembunuhan," katanya.
HNW mengatakan dalam negara hukum seperti Indonesia, sudah ada mekanisme keberatan yg telah diatur oleh Undang-Undang Pers sehingga silahkan dilaporkan saja ke Dewan Pers.
Menurut dia, nanti akan dinilai apakah memang benar wartawannya yang salah kutip, atau memang narasumbernya yang salah memberikan keterangan dan kemudian diralat sehingga bukan dengan teror dan ancaman pembunuhan.
Sedangkan, untuk kasus di FH UGM, HNW menegaskan bahwa mimbar akademik sebagai pelaksanaan HAM seharusnya tidak diberangus namun dihormati dan dibebaskan dari intervensi apapun dan siapapun.
"Terkait diskusi terakhir yang berjudul pemakzulan presiden, seharusnya bisa disikapi dengan ilmiah, intelektual dan kepala dingin. Ketentuan soal pemakzulan presiden memang ada dalam UUD NRI 1945 namun proses untuk melakukan itu diatur sangat ketat, dengan tahapan yang berjenjang," katanya.
Menurut dia, tidak karena satu diskusi di kampus maka terjadi pemakzulan, mendiskusikan pemakzulan presiden secara ilmiah di kampus, bukan tindakan makar.
Selain itu HNW juga mengapresiasi langkah sejumlah pihak, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan sejumlah asosiasi pengajar di fakultas hukum di Indonesia, dan PP Muhammadiyah, yang menyuarakan keberatannya terhadap ancaman, intimidasi dan teror seperti dalam kasus-kasus tersebut.
"Semua pihak memang seharusnya ikut mengawal praktek demokrasi Pancasila yang karenanya mementingkan adanya penegakan hukum yang adil. Apalagi ini menjelang peringatan hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni, yang nilai-nilainya wajib kita jaga dan perjuangkan bersama, bukan hanya sekadar perayaan tahunan yang bersifat seremonial," katanya.
Karena itu menurut dia, Polisi semestinya segera melakukan kewajibannya yaitu mengusut tuntas dan menegakkan hukum yang benar serta adil.
Baca juga: UII -UGM kecam intimidasi terhadap diskusi ilmiah di Yogyakarta
Baca juga: Teror diskusi di UGM, Tak dibenarkan ancam kebebasan berpendapat
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020