Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mempertanyakan aspirasi yang diwakil lembaga advokasi hak asasi manusia Amnesti Internasional (AI), yang mendesak PBB mengadili pelanggaran yang terjadi saat referendum kemerdekaan Timor Leste 1999 dan selama 24 tahun pemerintahan Indonesia.
"Kedua negara telah sepakat agar beban sejarah diselesaikan dalam kerangka persahabatan untuk hubungan baik pada masa depan, ... jadi kita pertanyakan Amnesti Internasional berbicara atas nama siapa?" kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan, aspirasi rakyat Indonesia dan Timor Leste untuk menyelesaikan beban sejarah telah disalurkan melalui pemerintah dan parlemen masing-masing.
Pada 2005, Pemerintah Timor Leste dan Indonesia memilih untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) untuk menyelesaikan beban sejarah di masa lalu.
KKP kemudian merekomendasikan sejumlah mekanisme untuk meningkatkan kerjasama kedua negara terutama untuk membantu Timor Leste yang disebut-sebut sebagai negara miskin di Asia, dengan pendapatan rata-rata penduduk kurang dari 1 dolar AS sehari.
Dalam pernyataan pers yang dikeluarkan Rabu (26/8), AI menyatakan satu dekade setelah kemerdekaan, tidak adanya pengadilan masih menghantui rakyat Timor Leste.
Laporan AI bertajuk "Kami menangis untuk keadilan, kekebalan hukum masih ada 10 tahun di Timor Leste," menggarisbawahi bagaimana sebagian besar pelaku kejahatan antara tahun 1975 dan 1999, termasuk mereka yang memberikan komando pada saat itu, belum pernah diajukan ke hadapan pengadilan yang kredibel, independen dan imparsial, baik di Indonesia maupun Timor Leste.
Menurut AI, sekalipun sejumlah pelaku kejahatan ringan sudah divonis, namun tersangka utama masih bebas berkeliaran di Indonesia. Oleh karena itu AI mendesak PBB mengadili pelanggaran yang terjadi saat referendum kemerdekaan Timor Leste 1999 dan selama 24 tahun pemerintahan Indonesia. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009