Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis, mengatakan, Depnakertrans tidak pernah tegas terhadap konsorsium asuransi yang "nakal" tersebut.
"Depnakertrans sudah berkali-kali membuat pernyataan telah mengevaluasi broker maupun asuransi, tetapi menurut saya instansi itu tidak pernah melakukan evaluasi karena hasilnya tidak signifikan untuk membenahi benang kusut perlindungan TKI," kata Yunus.
Dijelaskannya, lima konsorsium asuransi selama ini menghimpun uang premi TKI hingga ratusan miliar, tetapi sanksinya yang diberikan Depnakertrans hanya teguran tertulis. "Ada apa di balik itu semua," kata Yunus.
Sebelumnya, Yunus mendapat informasi bahwa Depnakertrans telah mengeluarkan teguran tertulis terhadap lima Konsorsium Asuransi Perlindungan TKI. Kelimanya adalah, Konsorsium Asuransi Mitra Sejahtera, Proteksi, AJB Bumi Putra 1912, Adira dan Konsorsium Asuransi Jasindo.
Alasannya, kelimanya sudah pernah mendapat teguran tertulis pertama. Sejak Juli, kelima Konsorsium Asuransi TKI menyatakan secepatnya akan membayar klaim TKI yang tertunda, tetapi ternyata sampai saat ini kelima Konsorsium Asuransi TKI tidak mebayar klaim TKI.
Berkaitan dengan itu, Depnakertrans memberi peringatan tertulis ke dua tanpa menyebutkan sanksi yang akan dikenakan bila konsorsium itu kembali ingkar.
Menurut Yunus, seharusnya Depnakertrans memanggil semua pihak terkait, baik yang melapor maupun yang dilaporkan, ditengahi oleh Pejabat Depnakertrans sehingga bisa didapat keputusan menguntungkan semua pihak dan berefek jera.
"Selama ini pertemuan yang ada tidak jelas manfaat dan tujuannya," kata Yunus.
Dia juga mengingatkan agar Depnakertrans tidak sekadar "lip service" saja.
"Kalau sudah bicara dengan wartawan, seolah-oleh persoalan sudah selesai, sementara banyak rakyat kecil yang tidak mendapatkan solusi atas masalah yang dihadapinya. Di sisi lain selalu didengungkan, `Satu TKI saja bermasalah sudah menjadi masalah bagi Depnakertrans` katanya," ujar Yunus.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009