Penghentian dilakukan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunda uji coba luas mereka atas hydroxychloroquine.
Penundaan oleh WHO memicu sejumlah pemerintah Eropa melarang penggunaan obat tersebut, yang juga diterapkan pada penyakit rheumatoid arthritis (peradangan sendi) dan lupus.
Perkembangan tersebut menjadi pukulan keras pada harapan pengobatan dengan hydroxychloroquine , yang digembar-gemborkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, saat para produsen obat dan pemerintah berlomba untuk menemukan cara mengobati pasien dan mengendalikan COVID-19.
Sanofi melakukan dua uji klinis hydroxychloroquine secara terkontrol dan acak untuk COVID-19.
Uji coba pertama diharapkan dilakukan pada 210 pasien di Amerika Serikat, Prancis, Belgia dan Belanda yang tidak berada di rumah sakit dan mengalami tahap awal penyakit COVID-19.
Uji coba kedua berfokus pada pasien rawat inap pengidap COVID-19 sedang hingga parah di Eropa. Menurut rencana, uji coba tersebut akan melibatkan sekitar 300 pasien.
Kekhawatiran WHO berpusat pada sebuah laporan yang dirilis jurnal Inggris The Lancet bahwa pasien yang mengonsumsi obat tersebut meningkatkan tingkat kematian dan menyebabkan detak jantung tak beraturan.
Sanofi dan pesaingnya, Novartis, menjanjikan donasi puluhan juta dosis hydroxychloroquine untuk COVID-19.
Bulan lalu, perusahaan Prancis tersebut mengaku telah menggandakan kapasitas produksi di delapan lokasi dan siap menggenjot produksi hydroxychloroquine lebih banyak.
Sumber: Reuters
Baca juga: Jerman hentikan riset hydroxychloroquine untuk COVID-19
Baca juga: Presiden El Salvador konsumsi "obat COVID-19" yang dipromosikan Trump
Baca juga: Trump mengaku konsumsi hydroxychloroquine sebagai pencegahan COVID-19
Pemerintah Indonesia sedang uji obat Covid-19
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020