Surabaya (ANTARA News) - Rekaman percapakan antara Ketua DPRD Kota Surabaya Musyafak Rouf dan Asisten II Sekkota Surabaya, Mukhlas Udin, terkait kasus dugaan gratifikasi senilai Rp720 juta gagal diperdengarkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis.
Jaksa penuntut umum (JPU) sepakat alat bukti rekaman percakapan yang disimpan dalam bentuk compact disc oleh penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur itu dicabut.
Akibat tak diperdengarkannya rekaman itu, sidang perkara tersebut ditunda hingga pekan depan. "Alat itu kurang relevan kalau diungkapkan dalam persidangan," kata JPU, Arief Djatmiko.
Ia beralasan rekaman berisi percakapan itu sudah terungkap dalam keterangan para saksi dan para terdakwa sehingga tidak perlu diperdengarkan lagi di persidangan.
Berawal dari percakapan antara Musyafak dengan Mukhlas Udin itu terjadilah kasus gratifikasi proyek Bus Rapid Transit (BRT) dan Surabaya Sport Centre (SSC) senilai Rp720 juta.
Sebelum dana itu dicairkan, Musyafak terlebih dulu menelepon Mukhlas Udin agar bersedia menyediakan sejumlah uang untuk anggota DPRD Kota Surabaya periode 2004-2009.
Kemudian Wali Kota Bambang D.H. menyetujui permintaan Musyafak yang disampaikan Mukhlas Udin itu. Musyafak pun kemudian menerima pembayaran uang itu dua kali, yakni pada 9 Oktober 2007 sebesar Rp470 juta disusul 28 November 2007 sebesar Rp250 juta.
Sementara itu, Mukhlas Udin menyatakan setuju rekaman tersebut tak diperdengarkan dalam sidang itu. "Untuk apa diperdengarkan? Hal itu sudah terungkap dalam sidang-sidang sebelumnya," katanya didampingi dua terdakwa lainnya, Soekamto Hadi (Sekkota Surabaya) dan Purwito (Kabag Keuangan Pemkot Surabaya).
Demikian halnya dengan Saiful Ma`arif, selaku penasihat hukum terdakwa yang menyatakan, tidak perlu rekaman tersebut diperdengarkan lagi.
"Kalau memang diperdengarkan, maka harus ada saksi ahli yang bisa membuktikan, bahwa rekaman itu asli atau tidak," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009