Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Negara BUMN menargetkan utang Rekening Dana Investasi/Subsidiary Loan Agreement (RDI/SLA) BUMN kepada pemerintah diharapkan bisa diselesaikan pada semester I 2010.
"Mudah-mudahan bisa rampung pada tengah tahun pertama 2009," kata Menneg BUMN Sofyan Djalil, usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Kamis dini hari.
Hingga Mei 2009, menurut dia, jumlah perseroan yang sudah menyelesaikan RDI/SLA mencapai 16 BUMN senilai Rp938,6 miliar.
Sedangkan yang masih dalam penyelesaian sebanyak 35 BUMN dengan total tunggakan utang, masing-masing Rp7,45 triliu, 715 juta dolar AS, 48,6 deutsche mark, dan 16,3 juta euro.
"Semua sudah diproses. Ada yang sudah selesai ada yang sedang proses. Kita terus mengerjakan sehingga dalam tempo tidak terlalu lama semua RDI/SLA selesai," katanya.
Ia menjelaskan, dari 36 BUMN yang ada, tercatat 26 BUMN di antaranya masih dalam proses di Komite, 3 BUMN menunggu penetapan Menteri Keuangan, 3 BUMN proses di luar komite, dan 2 BUMN tidak dapat diproses.
"Penyelesaian utang tersebut tergantung kasusnya dan kemampuan pelunasan masing-masing BUMN," katanya.
Meski begitu Sofyan tidak merinci detil nama-nama perusahaan yang masuk dalam daftar BUMN penunggak RDI/SLA. Ia hanya menjelaskan, pemerintah membentuk tim pada tingkat teknis, tingkat kenijakan.
"Kalau sudah disetujui di tingkat "policy" baru dibawa ke Menteri Keuangan untuk ditetapkan pembayarannya," katanya.
Adapun pola yang akan diambil dalam menyelesaikan RDI/SLA tersebut yaitu penyertaan modal negara (PMN), restrukturisasi, dan ada juga yang dijadikan sebagai kewajiban biasa.
Menurut Sofyan, sesungguhnya inti dari penyelesaian RDI adalah bagaimana BUMN yang memiliki kewajiban dapat direstrukturisasi.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, menyatakan, selain proses penyelesaian biasa, ada juga BUMN yang ingin mempercepat pelunasan pembayaran.
"Ada dua BUMN, seperti Telkom dan Semen Tonasa, yang ingin mempercepat seiring dengan penurunan tingkat bunga, namun pembayarannya harus menyesuaikan aturan di Departemen Keuangan," kata Said.
Ia menambahkan, keinginan BUMN melunasi utangnya tersebut disebabkan pinjaman yang dulu diberikan pemerintah umumnya memiliki tingkat suku bunga tinggi.
"Saat ini bunga pinjaman relatif rendah. Selain itu, kemampuan perusahaan melunasi utang juga semakin tinggi tercermin dari membaiknya kinerja keuangan perseroan," katanya.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009