Berlin (ANTARA News/AFP) - Tugas Jerman untuk mengirim pesawat pengintai AWACS ke Afghanistan ditunda sesudah Turkmenistan dan Azerbaijan menolak membolehkan Fakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menerbangkannya lewat wilayah udara mereka, kata pejabat pada Rabu.
"Menjengkelkan," kata Thomas Raabe, juru bicara kementerian pertahanan, pada penjelasan berkala di Berlin.
Jerman pada Juli memutuskan menempatkan pesawat pengintai AWACS (Tata Kendali dan Peringatan Udara), yang dilengkapi radar jarak jauh, yang memungkinkan mereka mengetahui pesawat lain dan mencegah tabrakan di udara.
Pesawat itu berada di Turki tiga pekan, tapi kembali ke Jerman setelah izin terbang di atas Turkmenistan dan Azerbaijan dalam perjalanan ke Afganistan ditolak, kata Raabe.
Tujuannya ialah meningkatkan tugas NATO di Afghanistan dengan memperbaiki keamanan penerbangan sipil dan militer.
"Bola sekarang di lapangan NATO," kata Raabe, dengan menambahkan, "NATO berunding dengan dua negara itu. Hingga kini, belum ada hasil."
Jerman menempatkan sekitar 4.000 tentara di Afganistan sebagai bagian dari Pasukan Bantuan Keamanan Asing (ISAF) pimpinan persekutuan pertahanan Atlantik utara NATO.
Tigapuluh lima tentara Jerman tewas sejak negara itu menempatkan serdadunya di negara terkoyak perang tersebut pada 2002.
Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steimeier, yang berusaha menggeser Angela Merkel dari jabatan kanselir dalam pemilihan umum bulan depan, mengatakan menginginkan batas waktu bagi penarikan tentaranya dari Afganistan.
Steinmeier, anggota partai Demokrat Sosial (SPD), yang membagi kekuasaan dengan konservatifnya Merkel, mengatakan, ketika menjadi jelas siapa memimpin Afganistan setelah pemilihan umum di negara itu, pembicaraan akan mulai mengenai berapa lama tentara asing tinggal.
"Kita perlu menyepakati dengan presiden baru Afghanistan berapa lama tentara asing tinggal di Afganistan," katanya di antara kegiatan pemilihan umum di Dortmund pada ahir pekan lalu.
Merkel pada pekan itu berupaya membatalkan perbantahan umum mengenai penarikan tentara dari Afganistan, yang tumbuh makin keras ketika kekerasan di Afganistan meningkat.
Meskipun masalah itu tidak memainkan peran besar menjelang pemilihan umum di Jerman pada 27 September, jajak pendapat menunjukkan sebagian besar pemilih ingin 4.200 tentara Jerman di Afghanistan, yang telah enam tahun di sana, pulang.
Gabungan berkuasa pada Oktober 2008 setuju memperpanjang amanat parlemen bagi kesertaan dalam tugas NATO dengan 14 bulan ketimbang 12 bulan seperti biasa, dengan harapan mencegah perbantahan mengenai pengerahan itu dari pertarungan pemilihan umum.
Kekerasan belakangan mendorong suara politik menonjol di Jerman, termasuk bekas menteri pertahanan dari partai Merkel, mendesak pemerintah menyangkut rencana penarikan itu.
Menteri Pertahanan Franz Josef Jung, sekutu partai Merkel, mengatakan mengharapkan tentara Jerman tinggal di Afghanistan lima hingga 10 tahun dan mengabaikan pengurangan tentara saat pemilihan umum di Afganistan usai.
Jerman merencanakan menempatkan persenjataan berat di Afghanistan untuk pertama kali guna mengatasi serangan Taliban, yang kian meningkat, kata koran pada ahir Juni.
Panglima tentara Wolfgang Schneiderhan mengatakan kepada panitia pertahanan parlemen dalam sidang tertutup pada pekan itu bahwa Jerman akan mengirim kendaraan tempur infanteri tank Marder, kata harian "Handelsblatt".
Marders akan dipakai oleh Pasukan Gerak Cepat Jerman, yang beranggotakan 200 orang, katanya, bersama 27 kendaraan lapis baja Dingo, 19 kendaraan lapis baja pengangkut tentara Fuchs dan sejumlah kendaraan angkut Igel.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009