Dirut PLN, Fahmi Mochtar, di Jakarta, Selasa, mengatakan, pembangunan pembangkit merupakan opsi paling memungkinkan bagi PLN memanfaatkan gas Senoro.
"Kalau PLN memanfaatkan gas dalam bentuk LNG (gas alam cair), maka harganya menjadi tidak ekonomis. Tapi, kalau beli langsung berupa gas di dekat sumbernya, maka mungkin saja," katanya.
Apalagi, lanjutnya, saat ini, wilayah Sulawesi juga kekurangan pasokan daya listrik dan melalui rencana interkoneksi listrik bisa dialirkan ke wilayah lainnya.
Menurut dia, kalau memakai opsi LNG dengan lokasi pembangkit di Jawa atau Sumatera, maka harganya bisa mencapai 12-13 dolar AS per MMBTU atau hampir sama dengan BBM yang 15 dolar AS per MMBTU.
"Dengan demikian, opsi LNG itu menjadi tidak ekonomis," katanya.
Tapi, tambahnya, kalau membeli gas di lokasi sumbernya, maka dengan harga sekitar 5-6 dolar AS per MMBTU menjadi mungkin bagi PLN, asalkan harga tersebut merupakan angka yang wajar.
Fahmi juga mengatakan, pembangkit berkapasitas 100 MW membutuhkan sekitar 25 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMSCFD).
"Memang kecil, tapi kalau ditambah PAU (PT Panca Amarta Utama buat pabrik petrokimia) dan PGN, maka dengan kapasitas Senoro sekitar 200 MMSCFD bisa jadi malah kurang," katanya.
Menurut dia, pembangkit 100 MW merupakan kapasitas maksimal guna memenuhi kebutuhan listrik di Sulawesi.
"Kalau kami manfaatkan semua gas sekitar 200 MMSCFD, maka pembangkit yang dibangun setara 800 MW dan kapasitas itu terlalu besar bagi PLN," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009