"Hal ini harusnya ditanggap oleh masyarakat untuk bersikap lebih empati pada tenaga kesehatan," kata Koentjoro melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Jumat.
Belum lama ini tagar "Indonesia terserah" ramai di media sosial. Munculnya tagar ini diawali dari beredarnya foto-foto para tenaga kesehatan berseragam APD yang menunjukkan kertas bertuliskan kata-kata itu.
Guru besar UGM ini mengatakan kemunculan tagar tersebut merupakan bentuk ungkapan emosi kekecewaan para tenaga kesehatan kepada pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi COVID-19.
Baca juga: Nabil Haroen: Dengarkan suara publik di tagar "Indonesia Terserah"
Baca juga: Erick: Perjuangan tenaga medis di garda terdepan COVID-19 luar biasa
Melalui ungkapan itu, menurut Koentjoro, pemerintah diharapkan lebih serius dalam menanggulangi wabah COVID-19. Pasalnya, aturan ataupun kebijakan yang ditetapkan sering berubah-ubah ditambah dengan belum adanya sanksi yang jelas bagi masyarakat yang melanggar aturan.
Di sisi lain, masyarakat dipandang tidak mematuhi sejumlah imbauan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
"Ini salah satu bentuk 'luweh-luweh' (terserah) para tenaga medis. Mereka sudah berbuat sesuatu dengan baik dan berjuang di garis depan, tapi masyarakat tidak bisa diatur," kata dia.
Ia menilai harapan utama dari tenaga kesehatan yakni masyarakat dapat berlaku disiplin mematuhi protokol kesehatan pencegahan COVID-19 seperti rajin cuci tangan dengan sabun, memakai masker, membatasi berkegiatan di luar rumah, dan menjaga pola hidup bersih dan sehat.
"Kalau masyarakat masih saja 'ngeyel' (tidak patuh), maka saat terinfeksi COVID-19, rumah sakit sudah tidak lagi bisa menampung pasien baru. Ya, harus siap risiko kalau ditolak rumah sakit karena sudah diingatkan tetap 'ngeyel', jadi tenaga kesehatan sangat berharap masyarakat patuh aturan," kata dia.
Menurut pandangannya, tagar "Indonesia terserah" yang digaungkan para tenaga kesehatan ini merupakan langkah yang bagus untuk mengingatkan masyarakat agar tidak mengabaikan imbauan pemerintah. Namun demikian, perlu ada narasi lebih lanjut yang memberikan penjelasan atas makna dari tagar tersebut.
"Pemilihan kata Indonesia terserah ini sudah bagus bahasanya. Pada kelompok tertentu bisa memberikan 'sengatan', tapi masalahnya dengan perubahan di masyarakat saat ini menjadikan tidak semuanya bisa memahaminya," kata dia.
Dia menjelaskan bahwa bahasa-bahasa simbol hanya dapat dipahami oleh orang yang memiliki kepekaan naluri. Oleh sebab itu diperlukan penjelasan yang lebih komperehensif supaya masyarakat dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh para tenaga kesehatan ini, misalnya melalui sosialisasi oleh tokoh masyarakat, pemuka agama, dan lainnya.*
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020