Jakarta (ANTARA News) - LSM Partisipasi Indonesia (PI) menuntut Kejaksaan Agung segera menuntaskan penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan penyelesaian hukum bagi para obligor yang bermasalah.
Siaran pers PI yang diterima ANTARA di Jakarta Selasa menyebutkan, tuntutan tersebut disampaikan sekitar 50 orang mahasiswa dan anggota PI di depan Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa.
Direktur PI Yulia Evina Bhara, dalam orasinya mengatakan, penyelesaiaan kasus BLBI menjadi pekerjaan rumah terbesar Kejaksaan Agung saat ini.
Untuk itu, katanya, Kejaksaan Agung harus transparan menjelaskan proses hukum terhadap sejumlah obligor bermasalah.
Saat ini, sedikitnya ada 14 bank penerima BLBI yang proses hukumnya dihentikan. Padahal, lanjut Yulia, mereka belum menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada negara.
Dia mencontohkan, PT Sejahtera Bank Umum (PT SBU) milik keluarga Lesmana Basuki, hingga kini masih menunggak Rp800 miliar lebih kepada Negara, penyelesaian hukumnya malah dihentikan.
Padahal, lanjut Yulia, Lesmana Basuki memiliki catatan buruk dalam penegakan hukum di Tanah Air, yaitu bersama 12 koruptor lainnya, Lesmana Basuki pernah tercatat dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Agung.
Namun, katanya, Lesmana Basuki bisa bebas setelah Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) tanpa alasan yang jelas.
Yulia menjelaskan, Lesmana Basuki bersama dengan terdakwa Tony Suherman yang menjabat sebagai Direktur Opersional PT SBU pada bulan Mei 1994 hingga Februari 1998, menjual surat-surat berharga berupa Commercial Paper (CP) dan atau Medium Term Note (MTN), atas tanggungan PT Hutama Karya.
Namun hasil penjualan itu ternyata disalahgunakan dengan memasukkannya ke dalam rekening konsorsium Hutama Yala di SBU Hayam
Wuruk, yang seharusnya dimasukkan ke rekening PT Hutama Karya. Atas perbuatannya itu, negara dirugikan hingga Rp209,3 miliar dan 105 juta dolar AS.
Ketika akan dieksekusi pada 25 Juli 2000 sesuai keputusan Pengadilan Tingi DKI Jakarta, keberadaanya tidak diketahui.
PI mengingatkan agar jangan sampai penyelesaian BLBI semakin tidak jelas, sementara obligor yang bermasalah bisa bebas, bahkan melanjutkan bisnisnya, tanpa ada pertanggungjawaban hukum.
"Jangan sampai terjadi kasus Syamsul Nursalim yang kedua, di mana yang bersangkutan kini hidup tenang di Singapura. Sebelumnya negara juga kecolongan dalam mengejar aset koruptor Hendra Rahardja yang lari ke Australia. Sampai ajalnya tiba, dia tak kunjung mempertanggungjawabkan penyelewengan dana BLBI yang dia lakukan," lanjut Yulia.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan massa PI di depan Gedung Kejagung tersebut diwarnai dengan "happening art", yang menggambarkan lemahnya penegakan hukum terhadap koruptor kelas kakap di Tanah Air.
(*
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009