Putusan hakim dan pengadilan merupakan putusan yang harus dihormati

Bengkalis (ANTARA) - Ketua Pengadilan Negeri Bengkalis, Riau, Rudi Ananta Wijaya mengungkapkan bahwa putusan yang diambil hakim dalam perkara penebangan kayu di area perusahaan PT Arara Abadi dengan terpidana Bongku masyarakat suku Sakai adalah sudah berdasarkan fakta persidangan dalam mengambil keputusan terhadap suatu perkara yang ditangani.

"Dalam perkara Bongku, putusan diambil dengan pertimbangan hukum, teori pembuktian pidana dan pembuktian minimal dua alat bukti ditambah dengan keyakinan. Tidak ada keputusan hakim itu berdasarkan kepentingan, asumsi dan dugaan," ujar Rudi Ananta, di Bengkalis, Rabu (27/5).

Bongku diputus bersalah melakukan tindak pidana melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di kawasan perusahaan PT Arara Abadi. Ia divonis satu tahun penjara dan denda Rp200 juta.

"Putusan hakim dan pengadilan merupakan putusan yang harus dihormati. Apabila ada pihak pihak yang keberatan masih ada upaya hukum apa pun dan tidak melakukan penggiringan opini," ujar Rudi Ananta.
Baca juga: 15 gajah liar rusak rumah dan kebun warga Bengkalis Riau


Menurut Rudi Ananta, terkait situasi kekinian yang terjadi di Bengkalis khusus yang menyangkut PN Bengkalis terhadap putusan Bongku, hal tersebut perlu diberikan penjelasan. Dia menduga ada pihak dan oknum yang sedang memanfaatkan kasus Bongku untuk kepentingan lain.

"Sebenarnya kasus itu bukan kasus yang menarik atau pun susah dalam pembuktiannya, perkara itu menurut pengadilan perkara yang biasa saja. Akan tetapi perkara itu agak sedikit menarik ketika ada pihak berusaha menggunakan perkara itu untuk kepentingan yang lain dimana motifnya kita sudah tahu arahnya ke mana. Kami dari pengadilan terpaksa memberikan hal sebenarnya yang harus kita sampaikan, data kita ada yang sudah di-post terkait dengan pasca adanya putusan Bongku," ujarnya lagi.

Dia menyatakan ada beberapa di media sosial yang mengangkat perkara Bongku itu, untuk dijadikan komoditas eksploitasi pemberitaan yang kemudian menjadi tidak profesional.

"Kenapa tidak profesional? karena pada prinsipnya harus menggunakan metode cek and ricek atau klarifikasi. Karena menurut saya ada hal hal yang memojokkan pengadilan dengan menggunakan bahasa menurut kami tidak pas," ujarnya lagi.

Rudi menyebutkan, dalam perkara Bongku itu, pegiat media sosial mengangkat dan membahas keberadaan Suku Sakai yang tidak diakui di Bengkalis. Padahal itu sama sekali tidak ada kaitan dalam ranah persidangan.

"Jangan sampai itu menjadi diplintir seolah-olah pengadilan tidak mengaku suku tertentu dan kepentingan tertentu, itu tidak. Keberadaan pengadilan di Bengkalis semata-mata untuk menegakkan kebenaran. Tidak untuk kepentingan siapa pun, golongan apa pun, pengadilan ada untuk memberikan keadilan bagi masyarakat Bengkalis pada umumnya," katanya menegaskan.
Baca juga: Nekad gelar aksi saat PSBB, empat pemuda diancam empat bulan penjara

Pewarta: Alfisnardo
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020