"Dengan hablum minannas (hubungan antar manusia), sesama manusia kita saling bermaaf-maafan, solidaritas dan kesalehan sosial tentu harus ditingkatkan lagi untuk menghadapi pandemi yang masih terjadi saat ini," katanya, melalui pernyataan tertulis, di Jakarta, Kamis.
Sementara secara hablum minnallah (hubungan dengan Allah) juga secara bersama-sama satu bulan sebelumnya telah bermunajat, beristighfar serta memaksimalkan ibadah ritual untuk menyambut hari kemenangan.
"Ini harus terus dijaga dalam menjalani kehidupan new normal," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Semangat puasa dan Idul Fitri, yaitu sabar, menahan hawa nafsu, solidaritas, kepedulian, kebersamaan serta menaati imbauan pemerintah. Dengan semangat itulah, kata dia, bangsa Indonesia diyakini akan mampu melewati cobaan pandemi ini, terutama untuk kembali menjadi bangsa yang bersatu, kuat, dan maju.
Baca juga: Era normal baru, penumpang KRL dilarang bicara dan telepon
Ia meyakini umat Islam dapat mengelola kesalehan dan solidaritas sosialnya dengan baik. Sehingga setelah Ramadhan dan Idul Fitri bisa kembali menjadi insan yang lebih baik lagi.
"La’alakum tattakun ibadahnya bisa lebih maksimal lagi," imbuh Ketua Umum Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Anggia menilai, pemerintah sejauh ini telah memberikan arahan dan anjuran yang tepat untuk mencegah penyebaran COVID-19, yakni tinggal di rumah dan bekerja di rumah.
"Kalau kita bicara makna Idul Fitri adalah untuk menjaga jiwa. Nah, dengan melakukan ibadah di rumah, Shalat Id di rumah dan tidak melakukan halal bihalal ke rumah sanak saudara seperti tahun-tahun sebelumnya, itu merupakan salah satu cara menjaga jiwa kita sendiri," tuturnya.
Anggia menyampaikan jika masyarakat tidak mematuhi aturan tersebut dan keluar rumah, potensi tertular ataupun menularkan kepada orang lain dan keluarga sangat besar.
Baca juga: Anggota DPR: Menkopolhukam bangun kesadaran jalani kehidupan normal
"Jadi, lebih kepada kita kembali kepada tujuan syariah, kita menjaga jiwa. Jiwa kita sendiri, keluarga dan masyarakat secara menyeluruh. Karena itu, lebih baik tetap di rumah saja. Lalu, kemudian memaksimalkan apa yang bisa kita lakukan dalam ibadah baik itu hablum minallah maupun hablum minannas," katanya.
Terkait rencana penerapan protokol normal baru, Anggia menilai rencana semacam pelonggaran lockdown di luar negeri dan PSBB di Indonesia, dan terjadi hampir di seluruh negara-negara yang kini masih mengalami pandemi COVID-19.
Ia mengungkapkan semua negara yang mengalami pandemi COVID-19 berjuang untuk keluar dari jurang krisis dengan penerapan normal baru.
"Seperti yang dikatakan oleh Presiden kemarin adalah berdamai dengan corona, sedangkan bahasa saya sendiri adalah beradaptasi dengan corona ini. Kita bisa beraktivitas seperti sedia kala tapi tetap dengan memperhatikan protokol kesehatan," terangnya.
Menurut dia, mau tidak mau kehidupan memang harus terus berjalan, tidak berhenti meskipun dengan adanya pandemi saat ini.
Baca juga: DPR ajak masyarakat patuhi protokol kesehatan dalam normal baru
"New normal dapat menjadi pilihan tetapi juga harus dibarengi dengan edukasi dan sosialisasi dari pemerintah juga harus dibarengi dengan kebijakan-kebijakan yang konsisten," ucap Anggi.
Wanita kelahiran 25 September 1964 itu juga mengungkapkan DPR sebenarnya sudah bahu-membahu dengan pemerintah untuk mengatasi pandemi COVID-19.
"Kami (DPR) bergerak di wilayah dapil masing-masing dengan memberikan sosialisasi dan imbauan. Terkait protokol kesehatan COVID-19, kami di DPR juga memberlakukan rapat virtual meskipun terkadang memang pembahasannya lebih enak dilakukan dengan tatap muka langsung," katanya.
Anggia juga menyampaikan bahwa karena dirinya berada di lingkungan pesantren maka normal baru menjadi tantangan tersendiri juga bagi pesantren, sebab pesantren merupakan tempat orang terkonsentrasi.
Intinya, kata dia, kalau mau melaksanakan protokol kesehatan di pesantren harus dilakukan dengan sangat jeli dan perlu banyak hal yang harus diperhatikan.
"Ekonomi boleh berjalan kembali, pekerja boleh beraktivitas lagi tapi tetap harus mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penularan. Karena kita tidak mau pesantren menjadi kluster baru penyebaran COVID-19," katanya.
Baca juga: MPR: Pelonggaran PSBB harus pertimbangan matang
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020