"Hal ini sangat perlu dilakukan demi menghindarkan adanya pengklaiman dari negara lain terhadap budaya kita yang jumlahnya mungkin mencapai lebih dari ribuan," kata pengamat seni dan budaya Universitas Sumatera Utara (USU) Tahan Perjuangan di Medan, Senin.
Ia mengatakan, selama ini pemerintah belum pernah melakukan pendataan terhadap keberadaan budaya Indonesia yang saat ini ada, yang muncul dari keanekaragaman suku dan adat istiadat.
Akibat tidak adanya pendataan itu menyebabkan kekuatan hukum kita tentang budaya yang ada juga tidak cukup kuat hingga ketika negara lain mengakui bahwa salah satu budaya yang ada di Indonesia miliknya pemerintah tidak akan dapat dapat berbuat banyak.
Dosen program studi Etnomusikologi USU itu menambahkan, banyak sudah hasil budaya Indonesia yang telah diakui negara lain sebagai budayanya, misalnya lagu Rasa Sayange dari Maluku, Kerajinan Batik, Reog Ponorogo, Kuda Lumping dan Angklung.
Bahkan baru-baru ini Tari Pendet yang berasal dari Bali juga telah diakui negara lain sebagai miliknya. Sayangnya rasa perhatian kita baru muncul ketika milik kita diakui sebagi milik orang lain, padahal sebelumnya kita sama sekali tidak pernah memberikan perhatian lebih terhadapnya.
Tari Pendet merupakan tari pemujaan yang biasanya banyak diperagakan di pura yang melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke muka bumi.
Lambat laun seiring perkembangan zaman,para seniman Bali mengubah Tari Pendet menjadi tari ucapan selamat datang kepada para tamu.
"Ironisnya pemerintah seakan berdiam diri saja melihat kenyataan-kenyataan itu. Apakah harus rakyat yang langsungturun tangan, hal ini tentunya sangat kita sesalkan," katanya.
Pengamat Sosial USU, Yos Rizal mengatakan, pemerintah harus lebih bijak memandang peristiwa adanya pengklaiman terhadap budaya Indonesai oleh negara lain.
Hal ini harus secepatnya disikapi oleh pemerintah, salah satu yang mungkin bisa dilakukan adalah membentuk suatu lembaga pendataan asset budaya Indonesia.
"Setelah didata bila perlu dihak dipatenkan pada salah satu lembaga didunia yang menaungi tentang budaya agar lebih memiliki kekuatan hukum," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009