Palembang (ANTARA) - Sejumlah perbankan di Sumatera Selatan merestrukturisasi kredit bernilai total Rp2,65 triliun dari 23.707 debitur yang terdampak COVID-19.
Berdasarkan data yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 7 Sumatra Bagian Selatan (KR 7 Sumbagsel) per 4 Mei 2020, jumlah debitur mencapai sepertiga lebih dari total debitur di daerah tersebut yakni 72.772 orang. Sementara nilai kredit yang terdampak pandemi Covid-19 mencapai total Rp6,93 triliun.
Kepala OJK KR 7 Sumbagsel Untung Nugroho di Palembang, Kamis, mengatakan restrukturisasi kredit merupakan kebijakan relaksasi yang dibuat otoritas untuk perbankan dan nasabahnya dalam menghadapi dampak pandemi.
“Ada masyarakat yang hampir tidak mendapat penghasilan karena tidak bisa keluar akibat COVID-19, padahal mereka juga punya kewajiban di lembaga keuangan, oleh karena itu restrukturisasi kredit ini untuk meringankan nasabah,” kata dia.
Untung menjelaskan mayoritas debitur yang mendapat restrukturisasi adalah masyarakat yang memiliki penghasilan harian, seperti pengemudi ojek dan mobil online. Selain itu, pelaku UMKM yang turut terdampak lantaran pendapatannya turun drastis.
Ia melanjutkan tidak semua nasabah dapat mengakses program tersebut, karena ada kriteria dan penilaian yang dilakukan perbankan terhadap kondisi nasabah.
“Jika kreditnya macetnya sejak Desember 2019 tidak bisa diterima karena itu sebelum COVID-19. Biasanya nasabah menuntut sama rata tetapi ini bergantung pada kondisi tiap nasabah,” ujar dia.
Ia menjelaskan restrukturisasi memberikan penundaan atau keringanan pembayaran angsuran dengan jangka waktu maksimal 1 tahun.
Keringanan dalam program restrukturisasi mencakup, penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.
Menurutnya, restrukturisasi tidak hanya untuk meringankan nasabah, melainkan juga memberikan relaksasi atau kelonggaran ketentuan bagi perbankan. Jika bank memberikan restrukturisasi kepada debitur terdampak, maka kategori kreditnya sebagai kredit lancar.
“Sehingga bank tidak perlu membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) aset keuangan,” ujar dia.
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020