Baghdad (ANTARA News/AFP) - Irak hari Minggu menunjukkan sebuah rekaman video pengakuan loyalis Saddam Hussein yang mendalangi salah satu dari dua serangan bom truk yang menewaskan 95 orang dan mencederai ratusan lain di Baghdad empat hari lalu.
Mantan kepala kepolisian Wissam Ali Kadhem Ibrahim mengakui merencanakan serangan Rabu di kementerian keuangan, yang pertama dari dua pemboman mematikan pada hari terburuk kekerasan di Irak selama 18 bulan ini.
"Saya menerima telefon sebulan lalu dari pemimpin saya di partai (Baath) Sattam Farhan di Suriah untuk melakukan operasi menggoyahkan rejim," kata Ibrahim dalam rekaman itu, menunjuk pada gerakan politik Saddam yang kini telah dilarang.
Tersangka yang berusia 57 tahun itu mengatakan, bom truk itu dipersiapkan di Khalis, 80 kilometer sebelah timurlaut Baghdad, dan ia menghubungi orang di kota berdekatan Muqdadiyah untuk memastikan jalan aman menuju ibukota Irak tersebut.
Ibrahim, kepala kepolisian Diyala sampai 1995 di bawah pemerintahan Saddam, mengatakan, ia bekerja sebagai pengacara hingga 2002 namun kemudian menjadi seorang pemimpin Baath di provinsi bergolak sebelah timurlaut Baghdad itu.
Mayor Jendral Qassim Atta, jurubicara operasi Baghdad Tentara Irak, mengatakan kepada wartawan, Ibrahim adalah tokoh utama yang bertanggung jawab atas serangan bom terhadap kementerian keuangan itu.
Bom truk kedua pada Rabu terjadi hanya beberapa menit kemudian di kementerian luar negeri.
Perdana Menteri Nuri al-Maliki mengatakan, Sabtu, Irak telah mengambil langkah-langkah menentukan untuk mengatasi titik-titik lemah yang mengarah pada serangan bom Rabu.
Kamis, ia memerintahkan penangkapan 11 aparat keamanan senior untuk diinterogasi mengenai bagaimana sebuah truk empat ton bisa memasuki daerah dimana bahkan kendaraan dua ton dilarang masuk.
Menteri Luar Negeri Hoshyar Zebari mengatakan dua hari kemudian, Irak akan dilanda lagi serangan-serangan mematikan dalam beberapa bulan ini karena aparat keamanan bersekongkol dengan gerilyawan dan kekerasan akan semakin memburuk.
Rangkaian pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.
Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.
Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.
Kekerasan di Irak mereda dalam 18 bulan terakhir, namun gerilyawan bisa bersembunyi di daerah-daerah pegunungan sekitar Mosul, 390 kilometer sebelah utara Baghdad, dan memanfaatkan perpecahan diantara orang-orang Arab dan Kurdi yang beselisih di kota itu.
Perselisihan di provinsi wilayah utara, Nineveh, yang beribukotakan Mosul, mengancam perpecahan di provinsi itu dan menimbulkan ketegangan yang bisa menciptakan ketidakstabilan jangka panjang di Irak.
Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.
Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.
Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.
Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.
Sejumlah serangan bom besar dilancarkan sejak itu, dan yang paling mematikan adalah serangan bom truk pada 20 Juni di dekat kota wilayah utara, Kirkuk, yang menewaskan 72 orang dan mencederai lebih dari 200 lain dalam serangan paling mematikan dalam 16 bulan.
Serangan bom pada 24 Juni di sebuah pasar di distrik Syiah Kota Sadr di Baghdad timurlaut juga merupakan salah satu yang paling mematikan pada tahun ini, yang menewaskan sedikitnya 62 orang dan mencederai sekitar 150.
Namun, Maliki dan para pejabat tinggi pemerintah menekankan bahwa 750.000 prajurit dan polisi Irak bisa membela negara dari serangan-serangan yang dituduhkan pada gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda dan kekuatan yang setia pada almarhum presiden terguling Saddam Hussein.
Hanya sejumlah kecil pasukan AS yang menjadi pelatih dan penasihat akan tetap berada di daerah-daerah perkotaan, dan sebagian besar pasukan Amerika di Irak, yang menurut Pentagon berjumlah 131.000, ditempatkan di penjuru lain.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009