Dana yang disiapkan untuk membangun "brother town" sebesar sekitar Rp200 triliun itu bersumber dari aset milik kerajaan-kerajaan di Bank Indonesia, serta dari sejumlah negara pendonor seperti AS, Australia, dan Filipina, kata Ketua Komite "Brother Town", Vitorino do Santos di Kupang, Minggu.
Ia menjelaskan, perusahaan pemegang saham (holding company) tersebut, telah memberikan surat perintah kerja (SPK) kepada PT Satanger Malaby untuk membangun "kota saudara" di tapal batas RI-Timor Leste.
"Perusahaan pemegang saham itu bekerja sama dengan 121 negara pendonor untuk membangun `kota saudara` di wilayah perbatasan kedua negara," katanya.
Menurut do Santos, pembangunan proyek "brother town" akan mulai dikerjakan pada 10 September 2009 di Mota Ain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan pintu perbatasan antara Indonesia-Timor Leste.
Ia menjelaskan, rencana pembangunan "brother town" tersebut guna membuka akses antara kedua saudara di Pulau Timor yang dipisahkan, karena perbedaan negara dan ideologi politik.
"Kota saudara itu akan dibangun di zona bebas antara kedua negara, sehingga masyarakat kedua negara bisa berinteraksi dengan bebas," katanya.
Untuk pembangunan awal, menurut do Santos, akan menelan biaya sekitar Rp100 miliar untuk pembangunan sebuah gedung bernama "Timor Centre" berlantai tujuh.
Saat ini, tambah do Santos, pihaknya sedang melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pemerintah kedua negara dalam menyukseskan proyek dimaksud.
Ia menambahkan, proyek yang sama juga akan dibangun pada sejumlah daerah di Indonesia yang wilayah berbatasan langsung dengan negara tetangga, seperti Papua dan Papua Nuigini (PNG), Kalimatan Barat dengan Malaysia, Riau dan Singapura serta Gorontalo dan Filipina.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009