Teheran (ANTARA News/AFP) - Para ulama Iran telah menolak keputusan Presiden Mahmoud Ahmadinejad untuk memasukkan tiga orang wanita dalam jajaran kabinet barunya, demikian laporan harian konservatif Tehran Emrouz, Sabtu.

Ahmadinejad memasukkan nama Sousan Keshvaraz, Marzieh Vahid Dastjerdi dan Fatemeh Ajorlou sebagai menteri-menteri yang bertugas di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan serta jaringan pengaman sosial dalam 21 anggota kabinetnya.

"Sekalipun ini adalah ide baru untuk memilih wanita sebagai menteri, ada keraguan keagamaan atas kemampuan wanita ketika dikaitkan dengan manajemen. Ini seharusnya dipertimbangkan oleh pemerintah," kata Mohammad Taghi Rahbar, pemimpin faksi ulama dalam 290 anggora konservatif yang mendominasi parlemen Iran.

Ia mengatakan bahwa semua faksi, yang belum secara resmi mengumumkan pandangannya, akan mencari masukan dari pemimpin tertinggi negeri itu Ayatollah Ali Khamenei mengenai masalah itu.

Rahbar mengatakan bahwa jika Khamenei tetap "diam" atas isu itu maka parlemen "akan mencatat (pandangan) ulama dalam pemberian suara kepercayaan".

Jajaran kabinet baru Ahmadinejad, yang terdiri atas 11 nama baru termasuk tiga orang wanita, akan menghadapi sebuah sidang pemberian kepercayaan di parlemen pada 30 Agustus.

Rahbar mengatakan bahwa para ulama ternama Iran seperti Ayatollah Nasser Makarem dan Ayatollah Lotfollah Safi Golpayghani memiliki pandangan yang sama dan ingin Ahmadinejad mempertimbangkan kembali keputusannya.

Pencalonan tiga orang wanita dalam kabinet adalah yang pertama dalam 30 tahun sejarah Republik Islam itu, sekalipun pada 1997 presiden reformis Mohammad Khatami menunjuk dua orang wanita sebagai wakil presiden.

Mempertahankan keputusannya dalam sebuah tayangan televisi, Kamis, Ahmadinejad mengatakan, "Tiga wanita dipilih setelah memalui pertimbangan. Saya menentang sikap meremehkan wanita."

Tehran Emrouz mengatakan Ayatollah Yousef Tabatabai, pemimpin shalat Jumat di kota Isfahan juga menentang keputusan itu.

"Kami harap apa yang presiden katakan tentang wanita tidak diakui oleh parlemen," kata harian itu, yang mengutipnya.

Ahmadinejad diperkirakan akan menghadapi kendala yang tidak mudah untuk meraih persetujuan parlemen atas kabinetnya.

Presiden itu juga telah digoncang oleh aksi unjuk rasa besar-besaran yang menentang kemenangannya, yang diklaim oleh pihak oposisi curang, dan menimbulkan perselisihan dengan sejumlah kelompok garis keras atas keputusan politiknya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009