Nairobi, (ANTARA News) - Pertempuran antara gerilyawan dan tentara pro-pemerintah Somalia menewaskan sedikitnya 45 orang dan melukai 30 orang yang lain dalam sejumlah bentrokan terpisah di bagian selatan negara itu Kamis, beberapa saksi mengatakan.

Badan-badan keamanan Barat mengatakan Somalia, yang telah dicabik oleh perang saudara selama 18 tahun terakhir, telah menjadi tempat berlindung bagi gerilyawan yang merencanakan serangan di Tanduk Afrika dan di luarnya, demikian dikutip dari Reuters.

Anggota-anggota milisi yang mendukung pemerintah Presiden Sheikh Sharif Ahmed yang rapuh telah menyerang gerilyawan al Shabaab di Bula Burde di wilayah Hiran di Somalia selatan dan pertempuran yang terjadi menewaskan sedikitnya 33 orang dan melukai 22 orang lain.

"Saya menghitung 20 jenasah di sekitar jembatan tempat kedua kelompok itu berperang sejak pagi hari," sesepuh suku Farah Ali mengatakan pada Reuters melalui telpon.

Seorang warga lainnya mengatakan 13 warga sipil juga telah tewas.

Dalam pertempuran terpisah, para pejuang al Shabaab merebut kembali kota Bulahawa di Somalia selatan dari anggota-anggota milisi pro-pemerintah setelah pertempuran yang menewaskan sedikitnya 12 orang, kata beberapa saksi.

Awal pekan ini, anggota milisi yang mendukung pemerintah Ahmed mengusir petempur al Shabaab tanpa satu tembakan pun.

Pada Kamis, al Shabaab kembali dengan balabantuan.

Perawat setempat Abdiraxman Ali mengatakan 12 orang telah tewas dan delapan terluka, "mereka yang tewas itu dari kedua belah pihak, dan warga sipil".

AS menuduh al Shabaab akan menjadi wakil al Qaida di negara yang kacau-balau itu.

Jurubicara al Shabaab di Bulahawa, Sheikh Osman, mengatakan kelompok itu telah merebut kembali kekuasaan. "Kami telah mengalahkan pasukan yang didukung Ethiopia," katanya.

Sementara itu kelompok gerilyawan lainnya, Hizbul Islam, merebut kembali kekuasaan di kota Luuq, yang juga di wilayah Gedo. Mereka melepaskan kota itu Rabu pada milisi pro-pemerintah.

Keadaan darurat

Masyarakat internasional sedang berusaha untuk mendorong pemerintah Ahmed yang didukung-AS, yang hanya menguasai beberapa bagian dari wilayah pusat dan sejumlah kantung kecil ibukota Mogadishu yang berada di tepi pantai.

Gerilyawan Islam tersebut mengatakan tentara Ethiopa berperang berdampingan dengan anggota milisi pro-pemerintah, tapi seorang pejabat senior di Addis Ababa berulang-ulang membantah hal itu.

Pada Rabu, para anggota parlemen Somalia mengumumkan keadaan darurat ketika pemerintah memerangi gerilyawan. Tindakan itu punya arti Ahmed dapat mengambil keputusan besar tanpa mengadakan konsultasi dengan parlemen.

Kekerasan di Somalia telah menewaskan lebih dari 18.000 warga sipil sejak awal 2007 dan menelantarkan 1 juta orang yang lain.

Satu kelompok sesepuh suku yang independen yang dipimpin oleh mantan presiden Abdiqassim Salad Hassan sedang berupaya untuk memerantarai perjanjian gencatan senjata antara pihak-pihak yang berperang itu.

"Ini hanya merupakan prakarsa Somalia ... kelompok oposisi belum menerima gencatan senjata, tapi kami mengharapkan mereka akan menerimanya," Hassan, yang adalah presiden Somalia antara 2001 dan 2004, mengatakan pada Reuters dari Kairo.

"Pada akhirnya, kami akan mengajukan rekomendasi kami mengenai siapa yang merupakan rintangan bagi perdamaian di Somalia, dan berperang melawan mereka bersama dengan rakyat kami."(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009