Kuala Lumpur (ANTARA News) - Malaysia akhirnya menyetujui paspor TKI (tenaga kerja Indonesia) dipegang oleh pemiliknya, dan bukan dipegang oleh majikan atau agensi pekerja asing, sebagai salah satu hasil perundingan bilateral di Putrajaya.
"Itu adalah salah satu kesepakatan pertemuan Pokja Indonesia-Malaysia ke-3 yang berlangsung di kementerian dalam negeri Malaysia di Putrajaya hari ini," kata Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Deplu RI Arif Havas Oegroseno, di KBRI Kuala Lumpur, Kamis.
Pertemuan Pokja (kelompok kerja) atau working group itu dihadiri juga oleh Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans I Gusti Gede Arke, wakil Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
Pertemuan itu membicarakan revisi nota kesepahaman (MoU) tahun 2006.
Selama belum ada kesepakatan mengenai MoU yang baru, Indonesia tidak akan mencabut kebijakan mengirim pembantu rumah tangga (PRT) ke Malaysia yang dilakukan sejak 26 Juni 2009.
Pertemuan sehari itu juga menghasilkan kesepakatan mengenai gaji. Kedua negara sepakat adanya skala gaji dan gaji awal sehingga memungkinkan adanya kenaikan berkala gaji TKI atau PRT (pembantu rumah tangga) Indonesia.
Kesepakatan lainnya ialah pembantu Indonesia diberikan libur satu hari per minggu dan dibentuknya Satgas (satuan tugas) baik Indonesia dan Malaysia untuk memantau pelaksanaan MOU yang baru, katanya.
"Masing-masing akan membuat TOR atau Juklak (petunjuk pelaksana) kemudian dibahas bersama hingga terciptanya Juklak bersama tentang bagaimana memantau pelaksanaan MoU yang baru," kata Arif Havas.
"Kami akan bertemu lagi dengan Pokja Malaysia dua minggu lagi di Jakarta untuk membahas mengenai MOU baru dan Juklak mengenai Satgas pemantau implementasi MoU. Selama belum ada kesepakatan dan MoU baru, kebijakan penghentian pengiriman PRT ke Malaysia akan berjalan terus," katanya.
Dirjen Gede Arke mengingatkan siapapun yang mencoba mengirim PRT ke Malaysia dan melanggar kebijakan ini akan diambil tindakan tegas dan dituduh melanggar UU Perdagangan manusia. "Sudah banyak mereka yang mengirim TKI dan PRT ilegal terkena UU Anti-Perdagangan Manusia. Jadi jangan coba-coba," tambah dia.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009