"Semua yang tinggal tidak boleh keluar dan tidak ada satu pun masjid yang dibuka untuk pelaksanaan Shalat Idul Fitri, kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan jumlah jamaah yang terbatas," kata Agus pada jumpa pers secara daring yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia dipantau dari Jakarta, Selasa.
Agus mengatakan pemerintah Kerajaan Arab Saudi memberlakukan larangan pelaksanaan Shalat Idul Fitri tersebut berdasarkan kaidah yang sangat dikenal oleh kalangan ulama, santri, dan akademisi di Indonesia, yaitu kaidah yang ditulis Jalaluddin as-Suyuti dan Ibnu Nujaim Al Hanafi.
Baca juga: Arab Saudi akan cabut jam malam mulai 21 Juni kecuali di Mekkah
Baca juga: AMPHURI: Saudi serius selenggarakan haji tahun ini
Kedua ulama tersebut menulis dua kitab dengan judul yang sama, yaitu Al-Asybah wa an-Nazhair yang memberikan pertimbangan bahwa sesuatu yang wajib tidak boleh ditinggalkan dengan sesuatu yang wajib pula.
"Menjaga nyawa untuk tujuan syariah adalah wajib, sedangkan Shalat Idul Fitri hukumnya sunnah. Itu kaidah yang menjadi pertimbangan Kerajaan Arab Saudi melarang pelaksanaan Shalat Idul Fitri di masjid-masjid," tuturnya.
Kaidah kedua yang menjadi pertimbangan Kerajaan Arab Saudi juga sangat dikenal oleh kalangan ulama dan santri di Indonesia, yaitu segala sesuatu yang bisa membahayakan, berdampak buruk, dan mengancam keselamatan nyawa harus dihilangkan.
"Lock down total ini merupakan dekrit raja yang sangat efektif dan tidak ada seorang pun yang berani melanggar," katanya.
Agus meyakini pandemi COVID-19 akan berakhir sebagaimana sabda Nabi Muhammad yang diriwayatkan Imam Bukhari, yaitu Allah menurunkan penyakit dan pasti juga akan menurunkan obat untuk penyakit tersebut.*
Baca juga: Sopir, "cleaning service" asal Indonesia di Saudi positif COVID-19
Baca juga: Arab Saudi berlakukan jam malam 24 jam selama liburan Idul Fitri
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020